Bagi sebagian orang beragama, kepemimpinan tidak hanya dalam urusan politik, namun juga bersamaan dengan urusan agama. Pandangan ini tidak memisahkan antara pemimpin agama dan pemimpin politik. Pengertian kedua ini seorang pemimpin harus menguasai ilmu tentang agama sekaligus politik, sehingga bisa mengantarkan kepada kesejahteraan dunia dan akhirat.Â
Pemimpin dalam kontek ini akan menjadi tempat kembalinya setiap persoalan, sehingga baik tentang urusan agama maupun politik, pemimpin akan memutuskan secara adil. Pemimpin yang seperti ini bisa disebut sebagai otoritas tunggal yang menjadi pemutus setiap perkara.
Permasalahan selanjutnya, bagaimana cara untuk menetukan calon tersebut mampu atau tidak mampu mengantarkan rakyat Indonesia kepada tujuannya?
Suatu jalan yang seharusnya ditempuh
Seperti yang telah diketahui bahwa, yang memilih pemimpin Republik Indonesia untuk selanjutnya adalah rakyat Indonesia sendiri. Agar tidak terjadi pembodohan dalam berdemokrasi, maka diperlukan rakyat yang berilmu agar bisa memilah dan memilih calon yang mana, yang layak untuk dijadikan pemimpin.
 Oleh sebab itu, selayaknya, setiap orang harus mengetahui bagaimana cara dirinya bisa memilah dan memilih dengan benar! Untuk mengetahui hal ini perlu untuk meninjau kepada sesuatu yang ada di alam ini dan menemukan apa yang bisa menjadi pembantu manusia untuk bisa memilah dan memilih dengan benar.
Memulai pencarian di alam, tentunya tidaklah mungkin dengan hal-hal yang jauh dari diri manusia, realisnya (selayaknya) dimulai dari yang terdekat. Hal yang paling dekat pada diri manusia yaitu akal dari manusia itu sendiri, dengan akallah manusia bisa mengenal sesuatu. Pada dunia keilmuan, suatu metode tentang kemampuan akal untuk mengenal sesuatu sehingga bisa menyimpulkan mana yang benar dan mana yang salah disebut dengan istilah epistemologi sebagai salah satu cabang dari filsafat.
Selayaknya rakyat Indonesia terutama kaum muda, sangat penting untuk melatih akalnya agar bisa berfikir secara mandiri, sehingga bisa memilih pemimpin yang benar. Seperti apa cara akal untuk menentukan bahwa yang dipilihnya memang calon yang benar?
Pertanyaan di atas, apabila dijawab dengan sempurna, maka akan melahirkan tulisan yang panjang. Pada tulisan ini, akan dijawab secara singkat dan dangkal saja.Â
Pertama, selayaknya seseorang perlu untuk melihat rekam jejak dari kehidupan para calon. Kisah hidup para calon ini akan memperlihatkan siapa dirinya yang sebenar. Misalnya, calon tersebut seorang security, yang perlu diketahui adalah apakah dirinya bekerja sesuai dengan kontrak kerjanya? Apakah dalam menjalankan tugasnya ada melakukan pelanggaran? jika ada melakukan pelanggaran, apakah pelanggarannya bersifat sesuatu yang bisa dimaafkan atau tidak? Apakah ketika dirinya melakukan kesalahan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya atau tidak? Bagaimana perilakunya terhadap keluarga dan tetangganya ? Apakah dirinya pernah terlibat kasus dalam bermasyarakat? Terlibatnya apakah karena menegakkan kebenaran atau karena dirinya pelaku kejahatan? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang buat bahwa dirinya layak untuk dipilih atau tidak layak untuk dipilih.
Langkah kedua, setelah menemukan informasi yang terperifikasi dengan benar, maka sudah bisa disimpulkan layak atau tidaknya seseorang tersebut untuk dijadikan pemimpin. Jika dari berbagai analisa yang didapat dari kisah hidup calon tersebut menunjukkan kalau dirinya pernah melakukan tindakan yang fatal, misalkan menghilangkan nyawa seseroang tanpa alasan yang benar, tentunya tidaklah layak orang tersebut untuk dijadikan pemimpin.