Sementara seorang hamba yang hendak menempuh jalan terjal tersebut sangatlah lemah, penuh kesibukan, sedikit kesempatan, penuh keterbatasan usia, selalu lengah, padahal tingkatan derajat dalam agama rawan turun dan kembali dari awal.Â
Seorang hamba yang sudah mencapai tangga kelima mislanya, jika tidak mampu mempertahankan dan tersandung aral rintangan, maka akan kembali turun menapaki tangga pertam, kedua, dan seterusnya. Kondisi ini akan cenderung berulang-ulang. Gambaran inilah yang disebutkan dalam hadis Nabi bahwa surga diliputi dengan hal-hal yang dibenci, sedangkan neraka diliputi dengan hal-hal yang disenangi. Hal-hal yang dibenci adalah jalan terjal ketundukan dan ketaatan dalam beribadah. Hal-hal yang disenangi adalah keinginan-keinginan syahwat.
Oleh karena itu, memilih jalan mengabdi dengan menyibukkan diri terhadap urusan akhirat serta berpaling terhadap urusan dunia merupakan pilihan yang sulit dan penuh resiko. Sangat jarang orang yang berkeinginan menempuh jalan ini.Â
Dari sekian orang yang berkeinginan (qashidin) jarang sekali yang mau menjalankan menjadi sebuah laku (salikin). Di antara mereka yang tergolong salikin jarang sekali yang mampu mencapai puncak tujuan, yakni dekat dengan Sang Pencipta. Hamba yang mampu mencapai puncak tujuan adalah orang-orang pilihan yang mendapatkan perlindungan dan taufik-Nya, merekalah orang-orang yang beruntung menggapai rahmat-Nya.
Melihat jalan yang begitu terjal dan penuh resiko Al-Ghazali mencoba menawarkan sebuah konsep bagaimana upaya mengatasi berbagai rintangan dan penghalang yang siap menghadang slaikin. Segala persiapan dan bekal serta strategi yang harus dimiliki seorang hamba (salik) berupa ilmu dan laku amal yang mesti ditempuh.Â
Upaya Al-Ghazali dituangkan dalam beberapa karangan seperti Ihya' Ulumiddin, Mi'raj al-Salikin, Al-Qisthas al-Mustaqim, Kimiya' al-Sa'adah, Misykat al-Anwar. Karangan tersebut berisi tentang ilmu-ilmu yang sulit dipahami oleh orang awam. Ibarat Al-Qur'an yang dianggap dongeng orang-orang terdahulu oleh kafir Quraisy.
Bukankah Zainal Abidin bin Husain bin Ali pernah berkata, "sesungguhnya aku menyimpan beberapa ilmu-ilmu rahasia untuk menghindari terjadinya fitnah dari orang-orang bodoh. Banyak sekali ilmu-ilmu rahasia yang tidak aku ungkapkan, andai saja aku ungkapkan, maka orang-orang akan menuduhku bahwa aku penyembah berhala, bahkan orang-orang muslim menghalalkan darahku seperti yang menimpa Sayyidina Hasan." [bersambung...] Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H