Mohon tunggu...
Zainal Tahir
Zainal Tahir Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi

Dulu penulis cerita, kini penulis status yang suka jalan-jalan sambil dagang-dagang. https://www.youtube.com/channel/UCnMLELzSfbk1T7bzX2LHnqA https://www.facebook.com/zainaltahir22 https://zainaltahir.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/zainaltahir/ https://twitter.com/zainaltahir22 https://plus.google.com/u/1/100507531411930192452

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tentang Motor Baru

13 Desember 2018   12:30 Diperbarui: 13 Desember 2018   14:19 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi-pagi, saat Yafi mencium tangan saya hendak pamitan ke sekolah, saya tawarkan kepadanya sebuah motor baru, untuk digunakan ke sekolah.
Sekolahnya di Jubilee School International hanya berjarak 1,7 kilo dari rumah. Di situ ada TK hingga SMU. Jalan kaki, kejauhan dan kelamaan. Bisa habiskan waktu sekitar 20 menit. Antar pakai mobil, tanggung. Apalagi trafic light di depan sekolahnya menyuguhkan kemacetan setiap saat. Dan naik mobil, jauh mutarnya.

Yang praktis tentu saja naik motor. Walau Yafi belum genap 16 tahun, naik motor bisa lewat jalan-jalan tikus. Terkadang ia pesan Gojek. Mau tahu, berapa tarif Gojek ke sekolanya Yafi? Cuma dua ribu rupiah. Paling sering gratis!

Begitu saya tawarkan motor Scoopy yang baru, Yafi langsung menolaknya. Tak ada minat sama sekali. Saya berpikir, ia menolak dibelikan motor baru lantaran ia baru dua atau tiga bulan terakhir ini, pintar bawa motor. Ternyata tidak juga.

"Kau ndak mau motor baru? Scoopy bagus. Enak dipakai. Unik juga modelnya," bujuk saya.

"Nggak usah, Ayah!" tegas Yafi.

Hmmm... saya menganggap anak ini serius tak tertarik. Beda sama beberapa sepupunya di kampung saya di Kabupaten Gowa sana. Baru SMP sudah merengek-rengek memaksa bapaknya belikan motor baru. Atau, sama anaknya teman saya di Makassar, belum tamat SD sudah gila naik motor. Setiap lihat motor terparkir di rumahnya, anak itu langsung lompat!

"Jadi gimana, Yafi?" ulang saya.

"Saya nggak butuh motor baru. Lebih baik belikan saja saya komputer baru," jawabnya serius. Lalu ia merogoh rangselnya. Mengeluarkan selembar proposal berisi piranti komputer, yang sungguh saya tak faham.

"Budgetnya sekitar tujuh belas juta. Nanti saya rakit sendiri," urainya menambahkan.

"Kan kamu sudah punya laptop. Mahal lho itu laptopmu," tanggap saya.

"Sudah ketinggalan spesifikasinya, dan terbatas kemampuannya. Dan banyak yang saya mau lakukan dengan komputer ini," jawabnya.

"Oh, begitu?" Saya ingat, laptop itu saya belikan tahun lalu, hampir sepuluh juta rupiah harganya. Yang terbagus tipenya di merek itu.

Tapi baiklah. Saya mengangguk, dan tersenyum.

Yafi sudah berada di lift.

ZT - Kemayoran, 13 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun