Tak perlulah saya ceritakan di sini. Riwayat perjuangan Syekh Yusuf terserak di banyak buku, artikel, tuturan, dan hikayat-hikayat.
Syekh Yusuf, bangsawan Gowa yang jadi menantu Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, menorehkan jejak mulia di setiap tempat ia bermukim bersama pengikutnya dalam pelarian dan pembuangan oleh Belanda di sekitar abad 17. Ia diasingkan ke Sri Lanka, semakin menjauh ke Madagaskar, lalu kian menjauh ke ujung selatan Benua Afrika.
Ia tiba di Cape Town di tahun 1694 bersama 49 pengikut dan keluarganya dan segera mendapat tempat di kalangan warga setempat.
Di hari Syekh Yusuf wafat pada tahun 1699, Â pengikutnya diberi pilihan: tinggal di Tanjung atau kembali ke Banten. Sebagian besar dari mereka pulang, tetapi seorang putri dan dua muridnya memilih untuk tinggal. Salah satunya dikenal dengan nama Sheik Mohamed.
Begitu kuat pengaruh Syekh Yusuf, saat itu juga, kampung Zandvliet tempat ia bermukim diganti namanya jadi Macassar. Sekitar 200 meter dari makam Syekh Yusuf berdiri Masjid Nurul Latief yang direnovasi besar-besaran oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, dan diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2005. Pemerintah Indonesia dan Afrika Selatan juga sama-sama menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Syekh Yusuf.
Makam Syekh Yusuf di perbukitan pinggiran Cape Town ini pun sungguh terawat. Di dalamnya tercium aroma mewangi, lantainya beralas karpet yang bersih, menggantung dari puncak kubah di atasnya ada lampu kristal sederhana, dan di ceruk dindingnya saya melihat ada tersusun kitab-kitab.
Pabila pintu kayu ruang makam ini dibuka, angin dari lereng perbukitan kota Cape Town menghembus sejuk membelai orang-orang yang tengah khusyuk mendoakan sang sufi, Syekh Yusuf al-Makassari, Tuanta Salamaka yang telah menghabiskan hidupnya untuk kemerdekaan, keadilan, dan keselamatan rakyat di setiap tempat di muka bumi di mana ia bermukim.
Ada satu kutipan yang paling populer dari Syekh Yusuf sebelum Ia berangkat ke Saudi Arabia meninggalkan kampung halamannya, Gowa. "So'pi pa na kuonjo butta goa."
Artinya, nanti saya wafat baru saya pijakan kaki ku di tanah Goa.
ZT -Jakarta, 8 Desember 2018