Mohon tunggu...
Zainal Tahir
Zainal Tahir Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi

Dulu penulis cerita, kini penulis status yang suka jalan-jalan sambil dagang-dagang. https://www.youtube.com/channel/UCnMLELzSfbk1T7bzX2LHnqA https://www.facebook.com/zainaltahir22 https://zainaltahir.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/zainaltahir/ https://twitter.com/zainaltahir22 https://plus.google.com/u/1/100507531411930192452

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Status Perjalanan (14), Tamtam Milik Asrama

9 April 2018   20:16 Diperbarui: 13 April 2018   12:10 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya Tamtam, penghuni asrama mahasiswa di Wismar, Jerman. Ketemunya di lobbi pukul 21.00 pas malam ini. Tak ada yang mengaku pemiliknya. Para mahasiswa Indonesia yang sedang studi di kota kecil ini, menganggap Tamtam adalah milik asrama, sekaligus penunggunya.

Saya berjalan dari gedung B ke gedung A dalam keremangan malam kota Wismar. Saya hendak turut ramai dalam pesta pizza yang dibuat para pelajar itu. Pesta pizza yang telah dijanjikan rifqi Nafiz, anak saya, kepada teman-temannya sesama perantauan. Sesama pelajar asal Indonesia di Jerman. Itu semacam aturan tak tertulis di kalangan mereka, bahwasanya barang siapa yang kedatangan orang tua dari tanah air, maka ia harus mentraktir teman-temannya, minimal Pizza. Menurut Rifqi, selalu begitu di antara mereka.

Hanya switer yang saya kenakan. Switer yang memang tak sanggup membendung dingin yang memuncak. Padahal jarak gedung B ke gedung A hanya sepelemparan batu. Cuma untuk ke sebelah memang harus melewati halaman yang luas gedung B. Ke luar dulu ke Jalanan, lalu masuk lagi ke halaman  gedung A yang sama seperti halaman gudung B. Jadi, walaupun kedua gedung berlantai lima yang layak disebut apartamen bersubsidi itu berdekatan, tetap saja hawa dingin tetap leluasa meremas-remas persendian, jika hanya mengandalkan switer.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Nah, di lobbi gedung B itulah saya berjumpa dengan kucing hitam besar berbulu halus. Saya memotretnya, ia tak bergeming. Saya menyentuhnya, ia diam saja. Saya mengelus bulunya, ia hanya mengeong lembut.

Rifqi  Nafiz bilang kucing hitam itu bernama Tamtam.

Tamtam di Rostock-dokpri
Tamtam di Rostock-dokpri
Saya teringat tentang mitos kucing hitam di berbagai negara. Di negara Jerman ini misalnya. Konon katanya mitos tentang kucing hitam yang melompat ke atas tempat tidur orang ketika sedang sakit, akan dipercayai bahwa itu tandanya orang yang sakit tersebut akan segera dijemput ajalnya atau meninggal dunia.

Ihh, Alhamdulillah... saya tidak sedang berbaring sakit di tempat tidur, lalu Tamtam melompat, kan? Saya lebih suka kepada mitos yang dianut orang Inggris tentang mitos  kucing hitam, yang jika kucing hitam dihadiahkan kepada sepasang pengantin baru, justru dipercaya akan membawa keberuntungan.

Atau saya pun sependapat dengan mitos kucing hitam di negara Latvia. Orang-orang di Latvia khususnya para petani justru mempercayai bahwa kucing hitam dapat memberikan mereka keberuntungan pada hasil panennya apabila kucing hitam bermain di ladang atau kebun para petani tersebut. Karena para petani  di negara Latvia percaya bahwa pada dasarnya  mitos kucing hitam tersebut merupakan titisan dari para dewa panen yang bernama Rungis.

Di China, kucing hitam mitosnya dapat menimbulkan kesialan dan pertanda akan datangnya penyakit dan kemiskinan. Sama halnya di Normandia, jika melihat kucing hitam melintas di saat bulan purnama maka itu tanda-tanda akan datangnya sebuah penyakit.

Sedangkan di negeri Mesir , konon katanya mitos kucing hitam merupakan perwujudan dari Dewi Bast sang dewa matahari, orang-orang mesir mempercayai tentang mitos tersebut.

Ah, sudahlah! Saya tak begitu percaya yang namanya mitos, kan?

Tamtan di Istanbul-dokpri
Tamtan di Istanbul-dokpri
Karena besoknya, saya ketemu lagi kucing yang bukan warna hitam di Rostock. Tubuhnya tetap gempal dan lembut. Dan, seminggu kemudian saya bersua lagi dengan seekor kucing gemuk di Istanbul, Turki. Karena kedua kucing yang saya temukan di dua negara itu termasuk kategori kucing liar, maka saya pun langsung memberinya nama Tamtam.

ZT - Wismar, 6 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun