Sebagai bagian dari gerakan perdamaian yang dicanangkan Presiden Amerika Serikat, Mary Ashley, profesor muda yang brilyan dan ibu dua anak, dipilih menjadi Duta Besar Amerika Serikat untuk Rumania. Tapi, bahkan sebelum menempati posnya, Mary Ashley sudah ditargetkan untuk dibunuh-oleh sekelompok orang yang sangat berkuasa, dari Barat dan dari balik Tirai Besi, yang tak ingin ada kedamaian dibumi ini.
Untuk itu, Angel, pembunuh bayaran kaliber internasional, yang tak pernah gagal melaksanakan kontrak pembunuhan, telah disewa.
Sendiri, tanpa teman, hidup di negeri asing, Mary Ashley harus menghadapi teror, ancaman pembunuhan, dan musuh-musuh yang tak terlihat. Dua orang pria menawarkan bantuan. Dua-duanya amat menarik, tapi sekaligus penuh teka-teki. Dua-duanya mampu mengacaukan hatinya yang kesepian.
Mike Slade, pria tampan bertabiat kasar dan seenaknya, diplomat karier dan Deputy Chief of Mission Kedutaan Amerika Serikat di Rumania; dan Loius Desforges, dokter Prancis yang lembut dan hangat, yang telah menyelamatkan dari usaha penculikan. Kenyataannya, satu di antara mereka berdua ingin membunuhnya...
***
Berada di antara kincir-kincir angin di kawasan Zaanse Schans, Belanda, saya langsung teringat novel fenomenal Sidney Sheldon yang pernah saya baca sekitar lebih seperempat abad yang lalu. Untuk itu, saya nukilkan sinopsisnya untuk sekadar dibaca-baca.
Nampak butiran-butiran serupa mutiara, dan mungkin sebuah mata pisau. Sementara Novel Kincir Angin Para Dewa yang tetap dicetak Gramedia tahun 1992 yang pernah saya baca, sudah lama sekali, covernya sudah nampak menarik dengan nuansa biru dan lukisan wanitan cantik, berlatar gedung capitol di Washington DC, Amerika Serikat.
***
Tetapi berada setengah harian di Zaanse Schans, sudah cukup memuaskan kami tentang Negeri Kincir Angin. Sebagian besar kincir angin masih bisa dilihat hingga kini. Bukan Cuma itu, cara kerja mesin yang mengandalkan tenaga angin dalam memproses pembuatan minyak, cat, penggilingan rempah-rempah danpemotongan kayu, juga masih bisa disaksikan sampai sekarang.
Kincir-kincir angin tersebut, konon dibangun sekitar abad ke-17 dan  Jumlahnya luar bisa banyak, lebih 600 buah yang bertebaran di kawasan Zaanse Schans.
Dulu, daerah Zaanse Schans hendak dijadikan sebagai kawasan industri pertama di negeri Belanda.
Ada pula  toko kelontong dari masa lalu bernama Museumwinkel. Toko kelontong seperti inilah yang paling berperan dalam perekonomian Belanda sebelum munculnya supermarket dan mal-mal modern. Bahkan ada Bakkerijmuseum yang menyajikan pembakaran roti tempo dulu, serta rumah keluarga pedagang dari abad ke-19 yang di hadirkan Honig Breethuis.
Tak lupa kami mendatangi Verkade Experience, menyaksikan pembuatan cokelat ala abad ke-20, dengan mesin asli yang masih berfungsi. Sekaligus menikmati hasilnya berupa cokelat dan biskuit kualitas terbaik.
Sebenarnya kami juga tertarik menelusuri Zaanse Schans dengan perahu, sembari mendengarkan cerita indah dan kisah-kisah sepanjang perjalanan tentang kehidupan masa lampau di kedua tepi Sungai Zaan. Namun cuaca sama sekali tak mendukung, karena angin berhembus disertai udara beku.
Jadi hanya bisa menyaksikan begitu banyak perahu tertambat di bibir dermaga.
https://www.facebook.com/anthymu/videos/1767185796624947/?t=56
https://www.facebook.com/zainaltahir22/videos/10212888096015154/?t=18
ZT - Amsterdam, 4 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H