Mohon tunggu...
Zainal Tahir
Zainal Tahir Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi

Dulu penulis cerita, kini penulis status yang suka jalan-jalan sambil dagang-dagang. https://www.youtube.com/channel/UCnMLELzSfbk1T7bzX2LHnqA https://www.facebook.com/zainaltahir22 https://zainaltahir.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/zainaltahir/ https://twitter.com/zainaltahir22 https://plus.google.com/u/1/100507531411930192452

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rumitnya Mencukur Anak

13 Maret 2018   19:07 Diperbarui: 13 Maret 2018   19:30 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencukur Anak Lebih Rumit!

Dulu sewaktu zaman kuliah, saya pernah mau jadi tukang cukur keliling. Hal itu dalam rangka mencari penghasilan untuk biaya hidup dan bayar uang kuliah tentu saja.

Serius, walau saya sadari pengetahuan dan keahlian saya dalam potong memotong rambut, sangatlah pas-pasan.

Biarpun saya kuliah dan menetap di kampung sendiri, yakni di Makassar, paling tidak saya punya perencanaan jadi tukang cukur keliling kampus, menawarkan potong rambut kepada rekan- rekan sesama mahasiswa.

Saya pikir, jadi tukang cukur keliling kampus itu juga mulia. Dan, halal tentu saja. Daripada ikut ajakan para senior yang aktifis senat untuk ikut-ikutan turun ke jalan, pergi demo, sementara apa yang saya teriakkan itu tak saya pahami dan kurang kumengerti.

Mending saya jadi tukang cukur keliling kampus saja. Enaknya jika dibayar, resikonya bila hanya dapat ucapan tengkyu saja. Dibayar, alhamdulillah. Enggak dibayar, ikhlas saja.

Dan saya membayangkan teman-teman mahasiswa lebih banyak ucapan terima kasihnya. Maksimal, saling mencukur.

Kan lebih bermartabat saling mencukur ketimbang saling tawuran antar fakultas! Lebih-lebih antar universitas, lebih berbahaya. Mau jadi apa generasi penerus bangsa jika suka tawuran?

Walau saya berkeinginan jadi tukang cukur keliling kampus, tapi sungguh-sungguh saya tak punya niat jadi tukang cukur keliling kampung.

Kenapa? Karena tukang cukur keliling kampung biasanya kebanyakan anak-anak yang dicukur. Mencukur anak-anak pasti lebih rumit dibanding mencukur orang dewasa. Sebab, anak-anak itu kebanyakan rewelnya. Kebanyakan geraknya. Dan tidak tenang di tempat duduk. Malah, banyak anak-anak sudah nangis-nangis sebelum dicukur.

"Tenang, Alif! Kamu lagi dicukur itu. Jangan banyak goyang, Nak!" ujar saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun