Dipicu oleh reli emiten PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) --salah satu perusahaan go public yang bernaung dalam Grup Bakrie, hingga mencapai puncak di harga Rp. 296 per lembar saham pada perdagangan tadi pagi (21/2), di benak  saya mulai muncul anggapan bahwasanya saham Grup Bakrie mulai menggeliat lagi. Apalagi dalam perdangan kemarin, ENRG ditutup dengan standar kiri alias auto reject, dengan kenaikan yang luar biasa, mencapai puncak pas market close.
Apakah kesimpulan sementara yang terbersit di benak saya ini bisa dijadikan pegangan untuk berselancar di lautan pasar modal negeri ini, dengan menggunakan perahu motor yang mesinnya sering ngadat, dan malah ada yang mati sama sekali? Perahu motor yang saya maksud adalah kesembilan perusahaaan Grup Bakrie yang bertengger di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kesembilan perusahaan itu adalah sebagai berikut :
1. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR)
Total utang: Rp 6,39 triliun (2015), turun 8,58% dari R6,99 triliun (2014).
Masih tertambat di pinggir lautan dengan harga saham: Rp 50 per lembar. Ia  terkubur di situ sejak tahun 2012. Hari ini ada upaya untuk mencoba menghidupkan mesinnya, walau rasa-rasanya berat untuk bunyi. Untuk BNBR ini, sebaiknya berburulah di pasar nego, harganya jauh lebih murah.
2. PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)
Total utang: Rp 9,61 triliun (2015), naik 39,88% dari Rp 6,87 triliun (2014).
Harga saham BRMS pernah mencapai puncak di Rp. 820 per lembar. Kejadiannya awal Desember 2010 silam. Pergerakannya cukup fluktuatif. 1 Februari 2017 lalu harganya mencapai Rp. 156 per lembar. Pada penutupan sesi pertama hari ini, ditutup di Rp. 84, walau sempat ke Rp. 89. Pergerakannya cukup bagus. Bagi saya, layak ditradingkan.
3. PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL)
Total utang: Rp 5,57 triliun (2015), naik 17,76% dari Rp 4,73 triliun (2014).
Lupakan saham ini. Sejak 1 April 2013, ia mulai tertidur pulas hingga kini di harga saham Rp 50 per lembar. Saya lirik market yang sedang break, ada 4.648.096 lot atau 464.809.000 lembar saham yang ditawarkan pemiliknya di harga gocap. Di pasar nego? Ada tuh 10.000 lot lebih yang mau dilego di harga Rp. 9. per lembar. Tertarik? Kalau saya tak berani. Pertanyaan besarnya, apa sih usaha Bakrie Telecom yang jalan saat ini? Kecuali tiba-tiba ada berita bahwasanya pihak Singtel akan mengakuisisi Bakrie Telecom.
4. PT Bumi Resources Tbk. (BUMI)
Total utang: Rp 62,2 triliun (2015), naik 21,37% dari Rp 51,25 triliun (2014).
BUMI sebenarnya merupakan salah satu anak usaha dari saham BNBR yang merupakan induk kelompok grup Bakrie. BNBR terpaksa melepas seluruh portofolionya di BUMI lantaran sedang dililit utang gadai saham dengan jumlah pokok sebesar Rp 11,51 triliun dan bunga pinjaman sekitar Rp 1,22 triliun. Totalnya sekitar Rp 12,73 triliun.
Untuk membayar utang tersebut, grup Bakrie pun melakukan kontrak kerja sama dengan Vallar Plc dengan cara menjual saham BUMI. Diharapkan dengan melepaskan sebagian kepemilikannya terhadap saham BUMI, dapat memperbaiki harga saham BUMI dan membantu kinerja saham-saham Bakrie lainnya.Â
Namun, bukannya membaik, saham BUMI justru terus tergerus akibat keinginan Vallar Plc untuk menguasai seluruh saham BUMI. Awalnya, Nathaniel Rothschild selaku pemilik Vallar Plc membuat perjanjian jual beli saham dengan BNBR. Dalam transaksi tukar saham ini, Grup Bakrie melepaskan 5,2 miliar (25%) saham BUMI di harga Rp 2.500 per saham, senilai Rp 13 triliun kepada Vallar Plc. Selanjutnya, Vallar melepas 90,1 juta saham baru seharga GBP 10 per saham kepada Bakrie. Dengan demikian, Bakrie menguasai 43% saham Vallar Plc, sedangkan Vallar Plc memiliki 25% saham BUMI.
Harga saham Bumi Plc di London Stock Exchange terus tergerus. Kondisi itu dimanfaatkan Nat untuk menguasai Bumi Plc. Itulah yang menjadi alasan Kelompok Bakrie untuk keluar dari kubu Nathaniel Rothschild, dan menjadikan BUMI sebagai titik tolak kebangkitan mereka berkat tingginya prospek yang dimiliki saham tersebut.
Berakhirnya masa stagnan BUMI diawali pada 13 Juni 2016 lalu, yang didukung oleh adanya rencana BUMI untuk melunasi utang-utangnya dengan cara rekonstrukturisasi utang.Â
Sentimen itu membuat saham BUMI langsung melonjak dari Rp 50 hingga Rp 67 dan berlanjut hingga 3 hari, yang membuat saham BUMI sempat menyentuh level Rp 90 namun akhirnya masuk dalam daftar unusual market activity (UMA) dan kembali melemah akibat pergerakannya yang tidak wajar.
Setelah disuspensi beberapa waktu, kembali terdengar isu bahwa BUMI akan melakukan konversi utang menjadi saham. Mendengar hal itu, para investor langsung berlomba membeli BUMI, yang mengakibatkan saham BUMI beberapa kali harus disuspen hingga akhirnya menguat lebih dari 1.000% di level Rp 500. Â BUMI ini paling asyik ditradingkan berhubung saham ini terkenal dengan sebutan saham sejuta umat. Saya yakin masih banyak investor yang menyimpannya di harga-harga tinggi, dan selalu berharap BUMI kembali ke harga di tahun 2007 - 2008 sebelum krisis global melanda dunia. Â Saya setiap hari mengamati pergerakan BUMI. Ketika harganya jatuh hingga 5% dan berlangsung berhari-hari, minimal 3 hari, maka saya anjurkan untuk siap-siap entry buy. Lalu, cepat jual ketika sudah untung 3% hingga 5%. Trading di BUMI bagi saya sangat mengasyikkan.