Mohon tunggu...
Zainal Mustofa Misri
Zainal Mustofa Misri Mohon Tunggu... Freelancer - Konten Kreator, Aktivis Sosial

Saya hanya ingin menulis, saya sadar kok seberapa jeleknya saya, tapi saya ingin menulis walopun tulisan saya gajelas, kaya nulis dikolom bio ini, suruh deskripsikan diri malah nulis kaya gini, kan gak nyambung. Yaudah, karena saya cuma ingin menulis, yaudah nulis aja. Terimakasih kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sisi Lain Pasar Induk Rau : Dari Cerita Warung Kopi Emperan Toko

3 Februari 2025   20:27 Diperbarui: 3 Februari 2025   20:47 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi warung suasana pasar dimalam hari (gambar dok.pribadi)

Dengan nada yang menggebu-gebu dan kadang sesekali menghela nafas sambil Pak madiri bercerita dengan kedua tangannya yang terus bergerak lihay memasang ban.

Selsai mesang ban kemudian pak Mad merapihkan peralatan tambal ban nya ke bawah kolong tempatnya beristirahat.

Sambil menunggu hujan reda saya masih seksama mendengarkan cerita pak madiri tak lupa saya membakar sebatang rokok lagi untuk melengakapi suasana malam itu.

Kemudian cerita berlanjut, tentang kondisi yang memprihatinkan yang dialami hampir seluruh masyarakat, kala itu pandemi covid-19 melanda Seluruh Dunia termasuk Indonesia.

Pandemi COVID-19 dan berbagai kebijakan pembatasan yang menyertainya telah memberikan dampak yang signifikan bagi banyak orang, tak terkecuali para pelaku usaha kecil. Salah satu kisah yang mencerminkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi adalah kisah Pak Madiri ini. 

Semua berubah ketika pemerintah memberlakukan pembatasan ketat. Warung kopi Pak Madiri sepi, bahkan untuk sekadar menutupi kerugian pun sulit. Tabungan Pak Madiri terkuras habis, asuransi dicairkan untuk menutupi kerugian dan biaya pendidikan anak-anaknya. Hingga akhirnya, Pak Madiri harus merelakan warung kopinya dijual.

Setelah menjual warung kopinya, Pak Madiri memulai profesi baru sebagai tukang tambal ban. Penghasilannya jauh berbeda dibandingkan saat memiliki warung kopi. Dalam sehari, Pak Madiri hanya mampu mengumpulkan uang sekitar 50 hingga 70 ribu rupiah.

Cobaan tak berhenti sampai di situ. Suatu hari, alat pembakaran tambal ban Pak Madiri hilang dicuri. Usahanya pun sempat tersendat beberapa hari karena ia harus mencari pinjaman uang untuk membeli alat baru. Semangat Tak Pernah Padam Meski banyak cobaan yang harus dihadapi, Pak Madiri tetap semangat menjalani hidup. Ia bersyukur dengan profesinya yang sekarang, meskipun penghasilannya tidak seberapa, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beban modal operasionalnya pun jauh lebih ringan dibandingkan saat memiliki warung kopi. 

"Pak, hujannya sudah reda nih. Saya pamit ya, sudah malam juga. Terima kasih banyak atas kopinya dan ceritanya. Inspiratif sekali."

Pak Madiri: "Iya, Nak. Hati-hati di jalan. Semoga selamat sampai tujuan."

Hujan telah reda, malam semakin larut. Saya meninggalkan Lapak Pak Madiri dengan membawa segudang pelajaran berharga. Kisahnya akan selalu saya ingat, tentang semangat pantang menyerah, kerja keras, dan keyakinan bahwa rezeki tidak pernah tertukar. Semoga kita semua bisa meneladani semangat Pak Madiri dalam menjalani hidup ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun