Pada abad pertengahan, kehidupan penduduk Eropa bergantung pada sektor pertanian. Hal ini salah satunya didukung oleh ketertutupan bangsa Eropa terhadap hubungan dengan dunia timur. Hubungan timur dan barat mulai muncul ketika meletusnya perang salib pada abad ke sebelas sampai tigabelas. Hubungan dagang pun mulai bermunculan di kawasan perbatasan dunai barat dan timur. Pada puncaknya hubungan dagang melahirkan beberapa kegiatan industri yang menjadi cikal bakal revolusi Industri Inggris.
Revolusi Industri diartikan sebagai perpindahan kegiatan ekonomi khususnya perdagangan dari sektor agraris ke sektor industri. Revolusi ini juga ditandai dengan penggunaan mesin sebagai tenaga bantu pekerjaan manusia. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Friedrich dan Louis Auguste Blanqui pada pertengahan abad ke-19.
Revolusi ini bermula dengan berkembangnya bidang ilmu pengetahuan serta lahirnya ilmuan-ilmuan Eropa. Beberapa dari mereka juga menciptakan teknologi baru yang menunjang terlaksananya kegiatan ekonomi industri. Beberapa faktor pendukung lahirnya revolusi ini adalah diantaranya adalah pemanfaatan batu bara sebagai alat leleh yang bagus untuk besi, ditemukannya teknologi mesin uap, dan lain sebagainya. Penemuan ini tidak lepas dari peran lembaga akademik yang bermunculan pada kala itu, seperti The Royal Improving Knowledge, The Royal Society of England, dan The French Academy of Science.
Selain faktor di atas, faktor lain yang memunculkan Revolusi Industri adalah stabilitas di lingkungan politik, melimpahnya hasil tambang, majunya bidang pelayaran yang menunjuang sistem perdagangan, adanya perlindungan hukum bagi ilmuan dari pemerintah, dan urbanisasi besar-besaran dari sistem agrarian ke industri.
Dengan adanya beberapa fantor tersebut maka pada tahun 1750 M revolusi Industri telah mulai muncul dengan tampilnya teknologi permesinan bertenaga uap dan listrik yang menggantikan fungsi tangan-tangan manusia dalam melakukan pekerjaan. Di abad ke-19 revolusi ini mulai menyebar ke seluruh wilayah Eropa dan Amerika. Hal yang terpenting adalah munculnyan produkis-produksi masal yang dipraktekkan oleh  pekerja professional sesuai bidang. Hal ini turut melahirkan pabrik-pabrik industri besar serta dibangunnya sarana transportasi dan fasilitas penunjang distribusi, seperti jalur kereta api.
Pada abad yang sama revolusi juga mulai terjadi di belahan dunia timur seperti Rusia, China, dan termasuk di antaranya Asia Tenggara. Pada masa ini berkembang industri pakaian atau garmen yang telah menggunakan mesin sebagai alat produksinya. Saat itu, di Eropa muncul alat jahit pertama yang bernama singer dan pfaf. Â Kemunculan revolusi ini tentu merombak berbagai tatanan sosial-masyarakat dunia, terkhusus Eropa.
Namun kemunculan Revolusi Industri tidak hanya memberikan dampak positif, berbagai permasalahan juga turut membersamai perjalanan revolusi ini. Beberapa dampak buruk yang dihasilkan yaitu upah buruh yang dinilai sangat rendah dibandingkan dengan usaha yang mereka berikan. Hal ini juga mengakibatkan meningkatnya tindak kriminal dan kejahatan.
Selain itu kerap kali beberapa sektor pekerjaan diisi oleh anak di bawah umur. Anak-anak dipaksa bekerja dengan gaji yang kecil serta minim pendidikan. Tindakan kekerasan juga turut dilakukan di lingkungan pertambangan. Hal ini pada akhirnya memunculkan undang-undang pabrik Faktory Acts di tahun 1833 yang melarang anak di bawah umur 9 tahun untuk bekerja. Selain itu undang-undang ini juga membatasi pekerja di bawah umur 18 tahun untuk bekerja yakni tidak boleh melebihi 12 jam per hari.
Tempat tinggal pada masa revolusi juga jauh dari kata layak. Beberapa pemukiman kumuh mulai muncul di pinggiran kota. Hal ini menimbulkan keadaan lingkungan yang tidak bersih. Sistem limbah yang belum dikelola dengan baik juga turut memperparah keadaan lingkungan sehingga memunculkan berbagai macam penyakit seperti cacar dan kolera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H