Baru-baru ini sewaktu akan menurunkan harga BBM, Menteri ESDM membuat pernyataan bahwa pemerintah akan menarik kutipan dalam menentukan harga BBM dihitung dari harga pokok, pajak dan keuntungan Pertamina. Direncanakan kutipan untuk premium dan solar berkisar antara Rp. 200 sampai Rp.300. Alasannya uang yang dikumpulkan adalah untuk dana "ketahanan energy".
Setelah banyak protes masyarakat. wakil Presiden Jusuf Kala menjelaskan bahwa uang itu sesungguhnya sebagai bumper, seandainya hanga minyak dunia naik lagi, dana akan dipakai menutupi kenaikan agar harga BBM tidak gampang naik turun. Untunglah akhirnya rencana kutipan itu dibatalkan (sementara?).
Nah tulisan ini menanggapi kilah Wakil Presiden "jika sewaktu-waktu harga minyak naik lagi". Dengan "ditemukannya" atau lebih tepat "ditemukannya teknologi terbaru" cara memproduksi minyak dan gas dari shale", harga minyak dunia tidak akan pernah naik lagi diatas US$ 50 per barrel setidak untuk berberapa puluh tahun mendatang, bahkan cenderung turun terus!
Shale adalah sejenis batu yang gampang pecah hancur dan ada bagian yang disebut kerogen yang bisa diolah menjadi gas dan minyak hidrocarbon sebagaimana gas dan minyak bumi. Ada yang mengistilahkan, shale oil ini terperangkap dalam batu itu dan teknologi dapat melepaskan gas dan minyak yang terperangkap itu, sehingga gas dan minyak dihasilkn dari batu ! Ya, batu, shale tersebut. Setelah dihancurkan prosesnya disebut Hidrogenation Treatment dan Refining.
Jenis batu shale ini tersebar di hampir seluruh dunia pada permukaan bumi dan pada kedalaman yang dangkal. Amerika Serikat saja punya wilayah yang paling banyak memiliki shale yang kalau diolah akan cukup memenuhi kebutuhan minyak dan gas mereka untuk selama lebih dari 100 (seratus) tahun!
Siapakah penemu shale oil itu? Dari sejarah diceritakan bahwa pada abad ke 10 (lebih dari 1000 tahun lalu!) seorang Arab bernama Masawih Al Mardini adalah penemu pertama cara mendapatkan minyak dari batu shale. Tentulah teknologinya sangat sederhana sehingga secara ekonomi tidak layak diproduksi secara massal.
Barulah pada tahun 1684, sebuah perusahaan Inggeris - British Crown - mendapatkan patent teknologi memproduksi shale oil. Namun oleh karena gas alam dan minyak bumi dalam sumur-sumur dangkal yang bisa keluar sendiri dari perut bumi juga ada didapat didunia namun sedikit, maka minyak bumi hasil itu tetap bersaing dengan shlale oil produksi "rekayasa" itu. Dan itu terjadi sampai akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20.
Industri shale oil baru betul-betul mati dan ditinggalkan pada awal abad ke 20, ketika ditemukannya sumber-sumber minyak dan gas bumi dalam jumlah yang sangat besar diawal abad ke 20. Biaya memproduksi shale oil sangat jauh lebih mahal dibandingkan dengan produksi minyak bumi bahkan dibandingkan dengan biaya produksi minyak dari off shore atau laut dalam sekalipun.
Cerita berubah tatkala harga minyak terus naik bahkan sampai pada angka diatas US 100 per barrel pada tahun-tahun pertama awal abad ke 21 ini. Pada waktu itu setelah dihitung, biaya memproduksi shale oil berkisar antara 70 - 90 US$ per barrel. Dimulailah oleh beberapa negara membuat shale oil dengan teknologi yang terus diperbarui. Diantaranya negara-negara yang tak punya sumber minyak bumi atau kurang sumbernya, shale oil dipakai sebagai cadangan energy dalam negerinya.
Negara-negara tersebut diantaranya Canada, Amerika Serikat, New Zealand, Swedia, Afrika Selatan, Spanyol bahkan ada negara yang terus menerus memproduksi shale oil yaitu Estonia, Brazil dan China.
Sampai tahun 2005, teknologi shale oil telah berhasil menurunkan biaya produksi menjadi dibawah 50 US$ per barrel dan tahun 2010, biaya produksi bahkan dibawah 40 US$ per barrel. Mulailah Amerika memproduksi shale oil dan gas secara besar-besaran sehingga beberapa tahun terakhir Amerika tak lagi memerlukan impor minyakl dan itu menyebabkan harga minya turun.
Organisasi pengekspor minyak OPEC dibawah pimpinan Arab Saudi berusaha membendung shale oil dengan cara menambah produksi negara-negara OPEC, terjadilah "oil glut", melimpah ruahnya minyak di dunia. Harga makin jatuh. Amerika malah untuk pertama kali tahun lalu mengekspor minyak mentahnya, hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Berdasarkan ahli teknologi, biaya produksi shale oil bahkan bisa dibawah US$ 20 per barrel dalam beberapa tahun mendatang. Itu artinya harga minyak bumi konvensional akan harus mengikuti penurunan itu. Diperkirakan minyak bumi akan berharga sekitar hanya US$ 20 per barrel pada dekade mendatang.
Yang pasti negara-negara lain sudah juga memproduksi shale oil yang teknologinya pasti akan dimiliki bersama dunia terlepas dari ada atau tidak adanya patent, karena berbagai ragam teknologi akan bersaing.
Kapan kita - Indonesia - mulai mengikuti jejak mereka? Yang pasti kekhawatiran Pak Jusuf Kalla bahwa harga mnyak bisa naik lagi sudah dapat disanggah.
Dengan turunnya harga minyak, semua komoditas juga ikut turun, seperti batubara, minyak sawit, mineral tambang dsb.
Semoga bermanfaat, salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H