Mohon tunggu...
zaid zuhri
zaid zuhri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang mahasiswa universitas airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Culture Shock yang Dialami oleh Mahasiswa Luar Jawa

18 Juni 2023   18:40 Diperbarui: 18 Juni 2023   18:55 1293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir 65% Mahasiwa yang ada di Jawa adalah mahasiswa perantau, dari pengalaman saya

sendiri terkadang bahasa Sulawesi/ bahasa ibu sering keceplosan di Surabaya Jawa Timur, logat
Buton. Mahasiswa dari luar Jawa lainnya juga sering mengalami culture shock saat pertama kali
tiba di Jawa karena perbedaan bahasa dan dialek. Menurut penelitian Niam pada tahun 2008,
perbedaan bahasa merupakan salah satu kesulitan yang sering ditemui siswa dari luar Jawa saat
pertama kali tiba di Jawa.

Misalnya di Surabaya, bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa
dengan dialek "Dialek Arekan" atau dikenal juga sebagai bahasa Arekan atau bahasa Suroboyoan adalah
sebuah dialek bahasa Jawa yang diucapkan di Surabaya dan sekitarnya (Gresik, Sidoarjo, hingga Malang).
Dialek ini berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat Surabaya dan sekitarnya", yang dapat
menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa yang tidak terbiasa dengan bahasa tersebut . Selain
itu, mahasiswa dari luar Jawa yang belajar di Malang juga mengalami gegar budaya karena
perbedaan bahasa. 

Dengan demikian kendala bahasa dapat menjadi tantangan yang signifikan
bagi mahasiswa di luar Jawa saat mereka menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
Faktor lain yang menyebabkan culture shock bagi mahasiswa di luar Jawa adalah adanya variasi
adat dan tradisi. Jawa dikenal dengan warisan budayanya yang kaya, dan setiap daerah memiliki
adat dan tradisi yang unik. 

Misalnya, mahasiswa yang berasal dari luar daerah bahkan dari
berbagai negara mungkin merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan adat dan tradisi Jawa .
Selain itu, perbedaan budaya seperti bahasa, aksen atau dialek, dan cuaca juga dapat berdampak
negatif pada mahasiswa yang mengalami gegar budaya.


Terakhir, tantangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan norma sosial baru juga
dapat menyebabkan gegar budaya bagi mahasiswa di luar Jawa. Seperti yang ditunjukkan oleh
penelitian Hadawiah pada tahun 2019, kejutan budaya adalah sesuatu yang selalu terjadi ketika
seseorang memadukan kebiasaan dan adat istiadat pribadinya agar sesuai dengan budaya
tertentu. Lebih jauh lagi, mahasiswa yang baru pertama kali bermigrasi ke daerah baru dapat
mengalami tekanan dan kecemasan, yang dapat menyebabkan gegar budaya .

Oleh karena itu,
sangat penting bagi siswa di luar Jawa untuk mempersiapkan diri secara mental dan emosional
untuk beradaptasi dengan lingkungan dan norma sosial baru untuk meminimalkan dampak gegar
budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun