Ketika seseorang hidup dalam kerendahan hati dan cinta kasih, sikap ini akan menginspirasi orang lain. Ahimsa menciptakan lingkungan yang harmonis, di mana nilai-nilai kebaikan berkembang. Cara kita melakukan hal tersebut dengan menjadi teladan melalui perilaku sehari-hari yang konsisten dengan prinsip ahimsa, serta mengedukasi dan menginspirasi orang lain tentang pentingnya hidup tanpa kekerasan.
Masih dengan penjelasan pemurnian diri, pemurnian diri melalui Ahimsa (non-kekerasan) merupakan perjalanan panjang evolusi manusia yang melibatkan transformasi dari perilaku berbasis naluri kekerasan (Himsa) menuju kesadaran tinggi yang ditandai dengan saling menghormati, rukun, dan damai. Berikut adalah elaborasi dari poin-poin tersebut.
1. Evolusi dari Himsa ke Ahimsa: Membangun Tatanan PermanenÂ
Dalam sejarah manusia, terdapat transisi evolusi dari perilaku berbasis kekerasan (Himsa) menuju kesadaran akan pentingnya harmoni (Ahimsa). Dalam prasejarah, manusia bertahan hidup melalui insting kekerasan. Namun, peradaban mulai berkembang saat manusia belajar hidup berdampingan dengan saling menghormati.Â
Berikut adalah cara melakukan evolusi membangun tatanan permanen:
a. Membangun Sistem Nilai
Pendidikan dan pembelajaran moral sejak dini diperlukan untuk menanamkan prinsip-prinsip damai dan saling menghormati.
b. Mempraktikkan Kesabaran
Ketegangan antarindividu atau kelompok harus diselesaikan melalui dialog yang damai, bukan kekerasan.Â
c. Memperkuat Tatanan Sosia
Struktur sosial yang adil dan sistem hukum yang efektif perlu ditegakkan untuk menciptakan lingkungan rukun dan damai secara permanen.
2. Paradoks Sisi Lain Manusia: "Kebinatangan" dan NaluriÂ
Manusia memiliki dua sisi: naluri kebinatangan yang cenderung didorong oleh kekuatan primitif seperti agresi dan dominasi, serta sisi spiritual yang memungkinkan perkembangan kesadaran moral dan cinta kasih. Ahimsa adalah proses mengatasi naluri kebinatangan melalui kendali diri dan pemurnian hati.Â