Kepemimpinan dalam konteks pemikiran Ranggawarsita tentang Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu, kepemimpinan memegang peran penting dalam menentukan kondisi sosial dan moral suatu masyarakat. Ranggawarsita memandang kepemimpinan sebagai faktor utama yang mampu membawa sebuah masyarakat menuju kesejahteraan (Kalasuba), atau sebaliknya, ke dalam kemerosotan moral dan ketidakadilan (Kalabendhu). Berikut adalah penjelasan tentang konsep kepemimpinan dalam konteks tiga era tersebut serta relevansinya terhadap fenomena korupsi di Indonesia.
1. Kepemimpinan dalam Era Kalasuba: Pemimpin yang Bijaksana dan Adil
Di era Kalasuba, pemimpin digambarkan sebagai sosok yang bijaksana, berintegritas, dan bertanggung jawab. Kepemimpinan dalam era ini bukan sekadar tentang kekuasaan, tetapi juga tentang kemampuan untuk menjaga kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Pemimpin Kalasuba menjalankan tugasnya dengan mengutamakan nilai-nilai kebaikan, kejujuran, serta menjaga amanah yang diembannya. Hal ini menciptakan lingkungan sosial yang harmonis, di mana rakyat merasa terlindungi dan mendapatkan keadilan.
Dalam konteks Indonesia, kepemimpinan seperti ini diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Pemimpin yang bijaksana dan berintegritas akan memprioritaskan kepentingan publik daripada kepentingan pribadi. Mereka tidak hanya menjalankan aturan hukum tetapi juga memimpin dengan teladan moral, sehingga menjadi panutan yang diikuti oleh masyarakat.
2. Kepemimpinan di Era Katatidha: Krisis Kepercayaan dan Nilai
Katatidha menggambarkan masa peralihan di mana nilai-nilai luhur mulai terkikis, dan kepercayaan terhadap pemimpin mulai menurun. Pada masa ini, para pemimpin belum sepenuhnya kehilangan integritas, tetapi mulai menghadapi tantangan dalam menjalankan pemerintahan secara adil. Krisis nilai dalam Katatidha sering kali memunculkan situasi di mana pemimpin cenderung berkompromi terhadap prinsip etika demi kepentingan tertentu, yang perlahan dapat mengikis kepercayaan masyarakat.
Fenomena ini juga terjadi di Indonesia ketika publik mulai merasakan ketidakpercayaan terhadap pemimpin dan lembaga pemerintahan. Jika dibiarkan, kondisi Katatidha ini dapat menyebabkan peningkatan korupsi, di mana pemimpin yang seharusnya menegakkan integritas justru cenderung tergoda untuk mengabaikan nilai-nilai tersebut.
3.Kepemimpinan di Era Kalabendhu: Kepentingan Pribadi Mengalahkan Keadilan
Kalabendhu adalah masa kegelapan, di mana kepemimpinan mengalami kemerosotan besar dalam hal moralitas dan tanggung jawab. Pada era ini, pemimpin digambarkan lebih mementingkan keuntungan pribadi atau golongan daripada kesejahteraan rakyat. Kalabendhu menggambarkan kondisi di mana korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakadilan merajalela.
Dalam konteks Indonesia, kepemimpinan pada era Kalabendhu mengacu pada pemimpin yang tidak lagi berpegang pada prinsip-prinsip moral dan etika. Mereka cenderung menyalahgunakan wewenang dan mengambil keuntungan pribadi melalui korupsi. Hal ini menciptakan ketidakpercayaan yang mendalam dari masyarakat, menyebabkan kemiskinan, ketidakadilan, dan semakin melemahkan integritas pemerintahan.