Mohon tunggu...
Zaidan Irfan
Zaidan Irfan Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB, Komunikasi Digital dan Media

Saya adalah Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB jurusan Komunikasi Digiatal dan Media.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Digital Membuka Mata Para Kampanye

26 Februari 2024   07:39 Diperbarui: 26 Februari 2024   07:52 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyaknya pengguna media sosial aktif. 

Menjelang pemilu 2024 baliho-baliho pun berdiri tegak, videotron menyala terang, dan umbul-umbul berbaris dengan rapih. 

Pada tanggal 14 Februari 2024, sebanyak 204.807.222 masyarakat (KPU RI) yang akan memilih haknya dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan bahwa sebesar 55% pemilih pada Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden 2024 adalah Gen Z dan Gen Milenial. Sedangkan Gen Z dan Gen Milenial adalah sahabat media sosial untuk saat ini, sebesar 73% pengguna aktif media sosial (Databoks).

Kampanye media massa dan media cetak memang tidak bisa dilepaskan karena masih banyak khalayak yang tidak melihat media sosial, bahkan sudah menjadi tradisi di Indonesia. Akan tetapi melihat dari data KPU dan Databoks yang diberikan, kampanye menggunakan media sosial sangat efektif.

Konsumsi media sosial para pendukung. 

Menurut saya, media sosial sudah menjadi panggung bagi para calon Presiden-Wakil Presiden. Akan tetapi dilihat dari data konsumsi media sosial dari para pendukung cukup signifikan (Kompas.com).

Pemilih pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang mendukung calon presiden nomor 1, menunjukkan tingkat aktivitas yang tinggi dalam mengonsumsi konten pemilu melalui media sosial. Lebih dari 35 persen dari pemilih mereka menyatakan sering mengonsumsi konten tersebut, bahkan 12,3 persen di antaranya mengaku rutin mengonsumsi informasi pemilu di media sosial setiap hari.

Pola yang serupa juga terlihat pada pemilih calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebanyak 32,2 persen dari pendukung pasangan ini mengonsumsi informasi pemilu di media sosial beberapa kali dalam seminggu, dengan lebih dari 13,4 persen mengakui hampir setiap hari melibatkan diri dalam konten pemilu di media tersebut.

Sementara itu, pemilih pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menunjukkan pola konsumsi yang sedikit berbeda. Meskipun proporsinya lebih rendah, 24,9 persen dari simpatisan pasangan nomor urut 3 ini menyatakan sering mengonsumsi konten pemilu melalui media sosial. Bahkan, 14,8 persen dari mereka mengaku sangat sering terlibat dalam mengonsumsi informasi pemilu melalui media tersebut, proporsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilih Anies dan Prabowo.

Pentingnya kampanye menggunakan media sosial. 

Terlihat dari data-data diatas, bahwa sangat efektif penggunaan media sosial untuk kampanye 2024. Mendengar berita yang sedang hangat saat ini "Siswi SMK Kebumen meninggal tertimpa baliho caleg DPR RI"(Kompas.com), kita dapat melihat bahwa lebih efektif penggunaan media sosial untuk kampanye daripada penggunaan media massa atau cetak.

Kampanye menggunakan media massa atau cetak pun ada aturan dan ketentuan yang berlaku seperti, Berdasarkan Pasal 298 Ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, disebutkan pemasangan alat peraga kampanye dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Dengan adanya peraturan yang ketat dalam melakukan kampanye media massa atau cetak, para kampanye pun tidak bebas mensuarakan dan Masyarakat pun tidak bebas untuk bersuara.

Pada media sosial di mana informasi tersebar begitu cepat dan luas, para kandidat dan para kampanye harus mampu memahami dan memanfaatkan dinamika ini. 

Strategi kampanye yang cerdas di media sosial dapat menjadi kunci kesuksesan dalam meraih dukungan pemilih, terutama di kalangan generasi Z dan milenial yang dominan dalam jumlah pemilih. 

Kesadaran akan perbedaan pola konsumsi media sosial di antara pemilih juga dapat membantu calon presiden untuk menyesuaikan pesan dan strategi kampanye mereka agar lebih efektif.

Perubahan paradigma dalam kampanye politik kini lebih dari sekadar tuntutan, melainkan suatu keharusan agar para pemimpin politik dapat berinteraksi dengan pemilih secara lebih langsung dan efektif di tengah dinamika media sosial yang terus berkembang. 

Data konsumsi media pemilu menyoroti pentingnya bagi para calon presiden untuk memahami dan merespons secara cerdas dinamika ini. Media telah membawa dampak luar biasa terhadap proses demokrasi, dan penggunaan media sosial sebagai alat kampanye tidak bisa diabaikan.

Dengan demikian, mari bersama-sama menjelang Pemilihan Umum Presiden-Wakil Presiden ini, menjaga etika dalam bermedia sosial, serta memberikan ruang bagi keberagaman pendapat. Pilihan kita bukan hanya menentukan masa depan negara, tetapi juga membentuk landasan untuk sebuah masyarakat yang demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun