Indonesia merupakan negara demokrasi. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaann pemerintah melekat pada diri rakyat atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki hak yang sama untuk mengambil keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Demokrasi telah berjalan sejak zaman kemerdekaan. Implementasi demokrasi dimulai dari era demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila orde baru, dan demokrasi pancasila era reformasi. Saat ini Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila sebagai sistem pemerintahannya. Nah agar demokrasi tetap berjalan negara harus menyelenggarakan pemilu. Pemilu merupakan perwujudan kedaulatan rakyat untuk melaksanakan suksesmya pemerintahan yang demokratis. Â
Tidak mungkin negara ataupun rakyat menyelenggarakan Pemilu sendiri. Negara menugaskan KPU yang merupakan lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. KPU memiliki tugas melaksanakan pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang pemilihan umum dan diberikan tugas dan wewenang dalam penyelenggara pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU Pemilihan.Â
KPU memiliki tugas yang tidak sedikit, KPU harus merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum; menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum; Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS; Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan; Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II; Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum; Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.
"Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
"Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara.
"Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
"Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian pada era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Pemilu tidak boleh terlambat dan harus dilaksanakan tepat waktu. Sebab, jika pemilu terlambat atau tidak dilaksanakan tepat waktu akan mempengaruhi konstitusi negara dan akan terjadi krisis konstitusional.
Banyak isu-isu tentang pemilu yang salah satu diantara adalah Money Politic atau Politik Uang. Biasanya hal ini terjadi pada h- beberapa hari atau beberapa jam. Money politik (Politik uang) merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi perilaku rakyat/pemilih dengan menggunakan imbalan materi baik milik pribadi maupun partai dengan konsepsi bahwa materi tersebut dapat mengubah keputusan dan dijadikan sebagai wadah penggerak perubahan. Kalau istilah gampangnya itu seperti sogokan agar rakyat bisa memilih kandidat tersebut.Â
Apakah money politik itu boleh ? Jawabannya jelas TIDAK. Jika kandidat ingin dirinya terpilih kandidat bisa meyakinkan dengan cara lain salah satunya mungkin dengan debat dialogis antar kandidat yang di tonton semua rakyat dan mereka diberi isu-isu atau masalah yang kemungkinan bisa terjadi di masa yang akan datang.
Nah sebenarnya ada undang-undang yang memperbolehkan kampanye menggunakan uang, tapi tidak boleh berbentuk uang. Mungkin uang itu bisa diganti dengan membelikan mereka sembako, barang atau makanan. Uang yang di berikan per orang juga tidak boleh lebih dari 25 ribu. Dan biaya yang dibutuhkan untuk bahan kampanye tidak boleh lebih dari 60 ribu. Hal ini tertera pada Undang-Undang 7/2017 yang membolehkan pemberian biaya uang makan/minum, biaya uang/transpor, biaya/uang pengadaan bahan kampanye kepada peserta kampanye pada pertemuan terbatas dan tatap muka peserta pemilu.
Sebenarnya banyak juga polemik yang terjadi tentang biaya politik. Banya masyarakat memahami money politik dan biaya politik adalah hal yang sama, hanya berebeda saja wujudnya. Tapi fungsi dan tujuan dua hal itu sama. Pemahaman tentang dua hal itu penting dipahami oleh masyarakat, tim sukses, partai politik, para calon, penyelenggara, penegak hukum, birokrasi dan lain sebagainya. Bahkan undang-undang 7/2017 menjadi kelemahan dalam menjerat pelaku money politik. Hal ini merupakan celah yang bisa dilakukan oleh peserta pemilu untuk memengaruhi rakyat.
Dengan dibolehkannya pemberian biaya transpor, makan minum kepada peserta kampanye pun tampaknya pengawas pemilu dan rakyat akan sulit untuk membedakan mana biaya politik dan money politik. Oleh karena itu kedua hal itu mesti dirumuskan secara jelas dan dilaksanakan secara tegas, sehingga tampak garis perbedaan antara keduanya dan lebih kongkret sehingga mudah dipahami oleh semua pihak untuk meminimalisir bahkan meniadakan praktik money politik.
Narasumber : Â Pak Romadhon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H