Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ibu, Ibadah Haji, dan Umrah

16 Oktober 2021   03:52 Diperbarui: 16 Oktober 2021   03:59 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iki ibu gur mbantu sithik.. Nggo ngulon..".

Kata-kata ibu selalu ku ingat. Entah sudah berapa kali ibu mengatakan itu kepadaku. Dan juga kepada kakak-kakakku.

Sejumlah uang disisihkan ibu untuk kami, anak-anaknya. Uang dari uang pensiunan yang diterima tiap bulannya.

Memang besar harapan ibu agar kami, anak-anaknya, dapat beribadah di tanah suci. Harapan itu sudah jauh-jauh hari disampaikan ibu. Jauh sebelum covid-19 hadir di muka bumi ini.

"Ibu ora isa ngulon.. Gek kowe wae dhoan sing ngulon..".

Di lain waktu beliau mengatakan itu kepada kami. Ya, kami tahu ibu sangat ingin "ngulon". Pergi ke tanah suci Mekkah.

Entah tahun berapa ibu sudah mendaftarkan diri untuk berhaji. Aku sendiri yang mengantarkan ibu ke kantor Depag saat itu. Syarat-syarat dicukupi ibu. Termasuk membayar sejumlah uang untuk mendapatkan kursi.

"Seharusnya kamu sekalian ndaftar, Na..", kata ibu saat itu.

Ya, seharusnya. Tapi saat itu aku tak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar kursinya. Saat itu aku masih seorang guru honorer.

***

Manasik haji selalu menjadi kegiatan rutin ibu stip minggunya. Di sebuah sekolah swasta Islam ternama di kabupaten kami. Ku antar ibu setiap hari Minggu pagi.

Ku lihat ibu dan teman-teman calon jamaah haji sangat bahagia. Ya, bagaimana tak bahagia. Setelah lama menabung rupiah demi rupiah, mereka akhirnya akan menginjakkan dua kaki lemahnya di tanah suci.

Ibu dan pasti teman-temannya juga "nyicil" membeli perlengkapan ibadah haji. Aku tahu karena pernah ku lihat ibu membawa beberapa baju putih, jilbab besar berwarna putih selepas kegiatan manasik haji.

Kegiatan jalan pagi-pun dilakukan ibu. Dengan atau tanpa ada yang menemani. Ya, itu dilakukan karena nantinya di sana dibutuhkan fisik yang kuat. Tempat menginapnya bisa saja jauh dari Ka'bah. Dan juga kegiatan sa'i. Lari-lari kecil. Pasti membutuhkan fisik yang kuat. 

"Kudu latihan mlaku.. Nanti biar kuat di sana..", kata ibu suatu saat.

***

Hingga akhirnya cita-cita dan harapan ibu harus dikubur. Ibu mendapatkan nikmat dari Allah berupa sakit stroke. Sekitar dua atau tiga tahun menjelang jadwal keberangkatan ibu ke tanah suci.

Ibu diberikan kesempatan dua kali oleh penyelenggara haji. Atau dua tahun untuk tetap menjalankan ibadah haji ini. Tetapi ibu tetap mengajukan pengunduran diri sebagai calon jamaah ibadah haji.

Ya, aku paham kondisi ibu. Ibu yang gerak terbatas sekali tentu tak mau merepotkan orang lain. Meski sebenarnya di sana pasti ada yang mau membantunya.

Dan yang lebih utama adalah ibu mungkin malu karena makan dan minum lebih sering menggunakan tangan kiri. Karena yang berfungsi baik ya tangan kirinya. Dan kalaupun memakai tangan kanan, pasti ibu juga malu. Karena gerakannya kaku.

Apalagi kalau mau mandi, buang air kecil dan buang air besar. Pasti ibu sangat malu jika yang membantunya sama sekali tak dikenalnya. Jangankan orang lain, kepada anaknya sendiri ibu kadang tak mau dimandikan. Malu dilihat auratnya, meski oleh anaknya sendiri.

Saat pengunduran diri sebagai calon jamaah haji, akhirnya semua uang pendaftaran dikembalikan penuh. Dan ibu tak mempergunakan uang itu untuk keperluannya.

Uang itu diberikan sebagian untuk modal anak-anaknya pergi ke tanah suci. Dan sebagian lagi diberikan kepada orang-orang tak mampu di sekitar kami. Mungkin dan Allah mencatat ibadah haji ibu sampai di sini. 

***

"Ayo kita ngulon, dik..", kata mbak Nadia kepadaku.

Ya, setelah kepergian ibu di bulan Januari 2020 kami berniat untuk umrah. Sesuai harapan ibu. Sebatas itu yang dapat kami persembahkan untuk ibu.

Kami sepakat untuk mencari waktu yang tepat dan luang. Dan juga mbak Nadia harus ijin kepada suaminya terlebih dahulu. Selain itu kami harus ijin kantor juga.

Hingga akhirnya pandemi covid-19 mengharuskan kami menunda kepergian kami untuk ke tanah suci. Apalagi pemerintah Arab memang menutup sementara kegiatan umrah dan haji.

Harapan demi harapan agar pendemi segera mereda. Kami saja menginginkan agar tanah suci segera dibuka untuk kami berumrah. Apalagi bagi para calon ibadah haji yang selama dua tahun ini menanti.

***

Pagi ini, setelah shalat tahajudku, aku membuka handphone. Dan ku lihat sebuah artikel. Pemerintah Arab Saudi akan segera membuka umrah untuk warga negara Indonesia.

"Alhamdulillah...", ucapku penuh syukur.

Ada angin segar untuk kami untuk dapat menginjakkan kaki kecil kami di sana. Meski pasti syarat dan ketentuan ibadah umrah akan sangat ketat, tetapi setidaknya ada kesempatan ke sana. Tanah suci yang dirindukan oleh setiap muslim di dunia ini.

Bismillaah, atas ijin Allah semoga setiap yang menginginkan dimudahkan oleh Allah. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun