"Allaahu akbar..".
Mbah uti mulai mengimami aku. Mbah uti shalat dalam keadaan duduk di kursi merah. Aku berdiri di samping kanan mbah uti.
Aku mengikuti gerakan mbah uti. Ketika rukuk, sujud, mbah uti melakukan dengan gerakan kode. Tidak mungkin sujud seperti aku. Tidak mungkin rukuk seperti aku. Tapi aku mengikuti dengan gerakan yang sudah ku hafal.
Aku tahu mbah uti sangat senang kalau cucunya, ya aku, mbak-mbak dan mas-masku shalat tepat waktu. Mengaji dan latihan puasa.
***
Dan kini ketika mbah uti sudah tidak ada bersama kami, sering ku rindukan mbah uti. Setiap selesai shalatku, kudoakan mbah utiku.
Kini, aku duduk bersimpuh di nisan mbah uti. Ku doakan sebisaku. Doa untuk orang tua. Karena aku belum tahu doa untuk orang yang sudah meninggal. Karena aku masih kelas empat SD.
"Doakan mbah uti sama dengan mendoakan ibu dan bapak.. Karena sesungguhnya mbah uti itu juga ibunya ibumu.. InsyaAllah akan diterima doanya..".
Mbah kakungku bilang seperti itu.Â
"Kalau mbah uti didatangi di makamnya dan didoakan pasti bahagia...", kata mbah kakung lagi.
Dan kini ku lakukan. Sudah beberapa kali aku ke makam mbah uti. Dulu sering diajak bulik. Dan sekarang aku belajar untuk menjenguk mbah uti sendiri.