Riba adalah salah satu konsep yang mendapatkan perhatian besar dalam ajaran Islam. Kata "riba" secara harfiah berarti "tambahan" atau "kelebihan" dan dalam konteks ekonomi merujuk pada bunga atau keuntungan berlebihan yang diperoleh dari transaksi pinjaman atau pertukaran barang. Islam secara tegas melarang praktik riba karena dianggap merugikan pihak tertentu, menciptakan ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsip keadilan yang menjadi landasan utama dalam ajaran agama ini.
Pengertian Riba dalam Islam
Dalam syariah Islam, riba dikategorikan sebagai dosa besar. Al-Qur'an secara eksplisit menyebutkan larangan riba dalam beberapa ayat, salah satunya dalam Surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi: "Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." Ayat ini menegaskan bahwa meskipun aktivitas perdagangan diperbolehkan, pengambilan keuntungan dari riba adalah sesuatu yang tidak dibenarkan.
Riba dalam Islam terbagi menjadi dua jenis utama Pertama, Riba Nasi'ah Tambahan yang dikenakan pada pinjaman karena penundaan waktu pelunasan. Kedua, Riba Fadhl Keuntungan yang diperoleh dari pertukaran barang yang sejenis namun tidak seimbang dalam jumlah atau kualitas.
Mengapa Riba Dilarang?
Islam memandang riba sebagai sesuatu yang merusak tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. Berikut beberapa alasan mengapa riba dilarang:
a. Menciptakan Ketidakadilan
Riba menguntungkan pihak peminjam modal yang sudah berada dalam posisi kuat, sementara memperburuk kondisi orang yang berada dalam kesulitan ekonomi. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan yang diajarkan Islam.
b. Memperbesar Kesenjangan Sosial
Praktik riba cenderung memperkaya orang kaya dan memiskinkan orang miskin, sehingga menciptakan kesenjangan sosial yang semakin lebar.
c. Menghilangkan Berkah dalam Kehidupan