Mohon tunggu...
Zahrotul Janah
Zahrotul Janah Mohon Tunggu... Guru - Mahasisiwi STIDDI AL HIKMAH

Terlahir dari Ayah bernama Hermanto dan Ibu bernama Aina Dahlia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hijrahnya Pemuda Pengedar Narkoba

28 Februari 2020   23:29 Diperbarui: 4 Januari 2024   23:20 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah seorang pemuda pengedar narkoba yang berakhir ketika mimpi yang mengantarkanya kepada hidayah Allah SWT. Sebuah mimpi yang bukan hanya sekedar bunga tidur yang menelisik ke alam bawah sadar. Tetapi mimpi yang membuka jalan seorang pemuda untuk memaknai setiap kejadian di hidupnya. Sehingga merubah jalan hidupnya yang sempat tersesat menuju jalan kebaikan.

Sudah dua tahun Nages tidak pulang ke rumah, semenjak ia memutuskan untuk mondok di Jawa. Nages Setiawan menghabiskan waktunya untuk belajar Bahasa Arab dan mengaji di Madrasah Nurul Ulum yang terletak di Bangil, Jawa Timur dibimbing oleh ustadz Syaifi Ali.  Keinginan Nages untuk tidak pulang bukan karena tidak ada kerinduannya kepada orang tuanya, tetapi kekhawatirannya terhadap pengaruh buruk pada masa lalu yang kelam akan mempengaruhi dirinya lagi.

"Masa laluku pahit. Aku khawatir terjerumus lagi, terpengaruh untuk berbuat buruk lagi. Sampai berada di titik ini adalah hidayah dari Allah yang tidak ingin aku sia-siakan", sambil merenungi masa lalu, penyesalan tampak membendung di hati Nages.

Kehidupan suram berawal ketika Nages mengenyam pendidikan SMA. Pergaulan bebas yang tanpa pengawasan orang tua sehingga ia terjebak ke dalam lembah hitam. Seperti pada umumnya, seorang remaja yang masih mencari jati diri ingin melakukan hal-hal baru untuk menunjukkan jiwa yang berani. Tetapi Nages salah dalam pergaulan, ia salah dalam memilih teman. Ia mulai berani merokok, mabuk-mabukkan dan melakukan hal-hal  buruk lainya. Bahkan Nages dikeluarkan dari sekolah gara-gara memukul salah satu gurunya.

Setelah tidak bersekolah lagi, Nages mulai berkerja sebagai penambang timah. Ketika bekerja sebagai penambang timah, ternyata teman-temannya lebih buruk daripada teman-teman sewaktu ia di SMA. Pergaulan Nages lebih parah dari masa SMA nya. Nages bergabung dengan geng motor yang suka ugal-ugalan, masuk ke sebuah klub Reggae, mabuk-mabukkan dan telinga ditindik bolong seukuran jempol. Bahkan  Nages diajak menjadi pemakai sekaligus pengedar narkoba oleh temannya. Sebagai pengedar narkoba tentu ia bisa dengan mudah mendapat uang banyak dengan waktu yang singkat. Dalam kurun waktu satu tahun Nages berhasil membeli motor dari hasil penjualan ganja. Apa yang dia lakukan tidak diketahui oleh kedua orang tuanya, hanya saja orang tuanya heran kenapa ia jarang mandi, karena ia mandi satu minggu satu kali dengan rambut dibiarkan gondrong panjang .

"Saya dulu suka main gak pulang-pulang, kumpul sama temen-temen Geng Vespa, suka musik Reggae, saya juga punya grup Band yang waktu itu saya bentuk. Mabuk-mabukkan udah biasa bagi saya. Tetapi itu semua saya tinggalkan ketika saya memilih untuk hijraah. Karena teman saya pernah bilang, hijrah butuh perjuangan, dan itu salah satu perjuangan saya, saya meninggalkan mabuk-mabukkan, tapi saya tidak meninggalakan teman saya, saya berharap bisa memberikan pengaruh positif kepada mereka", kisah Nages mengenang masa lalunya.

PINTU HIJRAH
Titik balik dari hidup seorang Nages Setiawan di mulai pada bulan Agustus 2017. Suatu malam Nages bermimpi didatangi seseorang yang menyuruhnya untuk bertobat. Hingga mimpi inilah yang membawanya keluar dari lembah hitam yang mengurungnya selama bertahun-tahun.

"Awal saya ingin hijrah itu, saya mendapat mimpi , saya bertemu dengan seseorang yang tidak saya kenal. Orang itu menyuruh saya untuk bertobat", Tutur Nages.

Selama satu bulan Nages dihantui mimpi itu. Mimpi yang menyuruhnya untuk bertobat meninggalkan apa yang ia lakukan selama ini. Suatu hari ia memutuskan untuk menemui seorang ustadz di kampungnya untuk menanyakan perihal mimpi dan apa yang dirasakan selama satu bulan setelah kejadian mimpi itu.

Setelah bertemu dengan ustadz, Nages disarankan untuk segera bertobat dan memperbaiki hidupnya. 1Dengan tekad yang bulat akhirnya Nages memutuskan untuk belajar ke pondok pesantren. Namun, orang tua Nages tidak setuju kalau Nages harus ke pondok pesantren. Karena pada saat itu Nages sudah berusia 20 tahun, bukan usia yang lazim untuk belajar di pondok pesantren lagi selain itu Nages adalah anak sulung. Pada akhirnya Nages menyatakan keinginannya masuk pesantren kepada orang sekampungnya yang sudah masuk di salah satu pesantren di Jawa Timur. Melalui temannya inilah orang tua Nages berbicara langsung kepada salah seorang ustadz di Jawa yang menyarankan agar Nages masuk pesantren demi kebaikannya. Setelah beberapa hari kemudian, orang tua Nages mengizinkan Nages untuk masuk pesantren.

MASUK PESANTREN
Dengan restu dari orang tua, akhirnya Nages masuk pesantren. Mendengar kabar bahwa Nages akan masuk pesantren, seperti tersambar petir di siang bolong, semua teman-temannya terkejut dan tidak percaya. Karena Nages adalah kepala geng yang selama ini menjadi panutan mereka untuk melakukan hal-hal yang jauh dari kebenaran syari'at. Meskipun begitu pada saat keberangkatan Nages, walaupun berat teman-temannya tetap mengantar sampai ke bandara. Peristiwa dramatis menghiasi bandara, semua teman-teman Nages menangis melepas keberangkatannya.

Kepergian Nages ke pondok pesantren meninggalkan kesan baik bagi warga masyarakat daerahnnya. Anak-anak muda mulai terinspirasi untuk belajar di pondok pesantren. Sehingga tidak lama berselang keberangkatan Nages, 6 orang remaja laki-laki juga menyusul untuk mengikuti jejak langkahnya yakni mondok di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.

SHOLAT PERTAMA
Sesampainya di Pasuruan, Nages menuju ke rumah Ustadz Saifi, salah satu pengasuh anak-anak pesantren dari Bangka Belitung. Sebelum Nages masuk pesantren, telinga yang dulu pernah ditindik ia tembel agar tidak malu kepada teman-temannya. Hal pertama yang Nages lakukan adalah belajar wudu dan sholat kepada Ustadz Syaifi karena Nages sebelumnya tidak pernah sholat "Jika kita ingin memperbaiki diri, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah membenarkan sholat kita dulu", ungkap Nages salah satu  hal dalam prinsip hijrahnya. Setelah bisa sholat, barulah Nages nyantri di Pondok Pesantren Sidogiri. Setelah satu bulan di Pondok Pesantren Sidogiri, Nages pindah ke Madrasah Nurul Ulum, Rembang, Pasuruan yang juga salah satu ranting Pondok Pesantren Sidogiri. Ia beralasan bahwa pelajaran di Pondok Pesantren Sidogiri terlalu berat baginya sebagai orang yang baru belajar.

Di Madrasah Nurul Ulum, Nages sangat giat belajar. Ia belajar sholat , mengaji dan tambahan penjelasan pelajaran syari'at islam lainya dibimbing oleh Ustadz Saifi Ali. Bahkan pada saat liburan semester, Nages mengisi waktu liburan selama satu bulan untuk mengikuti kursus belajar Bahasa Arab di Pondok Pesantren Darul Lughoh Wad Da'wah, Bangil. Tekadnya hanya satu, ingin bisa membaca kitab kuning dan bisa berbicara Bahasa Arab seperti teman-temannya yang lain. 

Tahun kedua memasuki tahun ketiga di Madrasah Nurul Ulum, Nages sudah bisa mengaji. Bacaan al-Qur'annya sudah bagus dari yang sebelumnya. Karena sebelum belajar di Jawa Nages sama sekali tidak bisa mengaji. Tetapi Nages terus belajar sehingga ia bisa mengaji dan mulai bisa membaca kitab kuning. Selain belajar mengaji dan Bahasa Arab, sedikit demi sedikit Nages juga mulai belajar berkhutbah. Karena ia punya misi besar ketika hendak pulang nanti.

HARAPAN MULIA
"Nanti kalau aku pulang, ingin sudah lancar membaca al-Qur'an, bisa berkhutbah di depan masyarakat. Ingin menyampaikan syari'at Islam yang lebih luas untuk orang-orang di kampung, menginspirasi banyak orang untuk mau belajar di pesantren. Karena zaman ini sudah berkembang, sangat disayangkan sekali jika kita tidak bisa mengaji. Padahal mengaji adalah salah satu bekal kita untuk hidup di dunia dan akhirat. Dan aku belum mau pulang, sebelum benar-benar siap menyampaikan itu semua", tutur Nages ketika ditanya apa yang dia inginkan dari apa yang ia pelajari di madrasah.

Dengan keadaan Nages yang lebih baik dari sebelumnya, sekarang orang tuanya tidak henti-hentinya bersyukur seraya mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Saifi Ali yang selalu membimbing Nages dalam belajar selama tiga tahun ini.

Lebih dari itu, orang tua Nages menanti-nanti kepulangan Nages. Begitupun masyarakat di kampung yang menanti Nages pulang, untuk dicanangkan menjadi ketua Remaja Masjid di kampungnya.

Bumi selalu berputar pada porosnya. Bergantinya siang dan malam bukanlah pergeseran waktu semata. Tetapi ada kekuasaan yang Maha Kuasa diatas segalanya. Jika dengan mudahnya siang dapat berubah menjadi malam. Begitu pula dengan hati, begitu mudah Allah SWT membolak-balikan hati manusia menjemput hidayah. Karena hati manusia adalah milik Allah SWT. Seburuk-buruk manusia janganlah dihina karena ada Allah SWT yang Maha Baik, maka berdo'alah kepada Allah SWT untuk menjadikannya baik.

---

Cerita ini adalah hasil wawancara penulis kepada narasumber. Yng merupasalah satu tugas mata kuliah Jurnalistik di STIDI AL HIKMAH, Jaksel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun