FATIMATUZ ZAHRO
MAHASISWA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNISNU JEPARA
Berita tentang kenakalan anak di sekolah semakin mengkhawatirkan. Siswa sekolah dasar (SD) terlibat perkelahian berujung maut. Tak hanya itu korban yang berusia 8 tahun, sebelum menghembuskan nafas terakhir sempat di injak-injak oleh pelaku (jawa pos, 10/8/2017)
Mencermati kasus tersebut, tentu banyak faktor yang melatar belakangi perilaku-perilaku kenakalan yang dilakukan oleh seorang anak yang paling utama adalah dari dalam keluarga.Â
Orang tua yang berkewajiban memenuhi kewajiban anak baik materi maupun non materi, sudah seyogyanya memberikan apa yang semestinya diterima anak. Apabila hak-hak anak tidak terpenuhi secara wajar maka tidak jarang memunculkan perilaku tidak wajar pula pada anak.
Menurut sebuah hadits Nabi pun disebutkan "Setiap bayi terlahir dalam keadaan suci maka orang tuanyalah yang mempengaruhinya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Bukhari)"
Hadis tersebut mengisyaratkan mengenai urgensi keluarga dalam penanaman akidah maupun pembentukan moral dan kepribadian anak. Dewasa ini perilaku anak dan remaja semakin jauh dari prinsip-prinsip akidah dan akhlak karimah. Hal tersebut di kerenakan peran keluarga semakin melemah.
Secara Sosiologis individu mengalami proses sosialisasi yang pertama kali adalah keluarga. Dari sinilah anak untuk pertama kali mengenal dunia sekitar serta pola pergaulan dalam keseharian.Â
Dalam lingkungan keluarga juga sebagian besar kehidupan anak dihabiskan sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah melalui keluarganya. Oleh karena itu orang tua merupakan peletak batu pertama dan tokoh utama yang berperan sebagai arsitek dalam pembangunan kepribadian moral dan karakter anak.
Masyarakat modern dengan mobilitasnya yang tinggi lebih banyak disibukkan oleh urusan pekerjaan/karir. Tak pelak tugas mengasuh dan mendidik anakpun tidak bisa optimal.Â
Lembaga pendidikan sebagai alternative dalam mendidik anak-anak, namun dalam hal ini bukan berarti tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak di anggap cukup dengan memasukkan mereka ke lembaga pendidikan. Perlu di ingat bahwa pada umumnya anak berada di lingkungan sekolah hanya sekitar 7 jam dari 24 jam artinya masih ada 17 jam waktu yang lain di luar sekolah termasuk di rumah.
Memang kewajiban mendidik anak-anak untuk pertama kalinya ada pada keluarganya. Dalam hal ini adalah orang tua. Di pundaknya terpikul tanggung jawab dalam pembentukan moral dan kepribadian anak. Apabila pendidikan keluarga telah dilaksanakan dengan baik berarti salah satu kewajiban orang tua telah ditunaikan.
Sungguh ironis,! Mungkin itulah kalimat yang pantas kita ungkapkan melihat kondisi sekarang. Tingkat penyelewengan dan penyimpangan di kalangan anak-anak dan remaja semakin hari semakin meningkat saja. Di usianya yang masih labil anak-anak dan remaja kita di buat jungkir balik oleh barang haram dan narkoba.
Nah, kebanyakan kasus menyimapang itu mereka lakukan di luar jam-jam sekolah. Sedikit sekali mereka lakukan di jam-jam sekolah, karena memang hampir tak ada ruang dan waktu untuk melakukan hal itu di lingkungan sekolah mereka, terlebih jika sekolah mereka memiliki kedisiplinan yang cukup ketat.Â
Adapun faktor luar yang sering menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada anak adalah teman sepergaulan, lingkungan sekitar dan media massa utamanya teknologi komunikasi.Â
Dalam hal ini peran keluarga sangat diperlukan untuk mengontrol perilaku anak diluar rumah. Dengan siapa anak berinteraksi di lingkungan pergaulannya, bagaimana anak berinteraksi dan memanfaatkan produk teknologi media komunikasi, kiranya perlu dipahami dan dimengerti secara serius oleh orang tua.Â
Boleh saja orang tua memfasilitasi anak dengan produk teknologi yang serba canggih itu, tetapi akan lebih bijaksana jika orang tua jika memberikan control, bimbingan, dan proteksi pada anak dalam upaya menghindarkan anak dari pengaruh negatifnya.
Mengingat waktu diluar sekolah lebih mendominasi, maka peran keluarga dan orang tua sangat di butuhkan dalam memberikan perhatian selepas pulang sekolah. Artinya keluarga dalam hal ini dapat memerankan fungsi pendidikan secara proporsional. Pendidikan yang dimaksud disini lebih di arahkan untuk pembentukan karakter, misalkan penanaman nilai-nilai sopan santun, disiplin, kemandirian, dan sebagainya.
Lebih dari itu orang tua berkewajiban mengawasi dan melindungi anak-anaknya agar tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang. Â Ironis,! Apabila orang tua tidak bisa memahami persoalan yang dihadapi anaknya terlebih ketika mereka sudah beranjak remaja/dewasa.Â
Menerapkan pola komunikasi terbuka anak menjadi lebih terbuka, karena dengan begitu orang tua bisa memahami problematika yang sedang membelit anak. Sehingga orang tua dapat memberikan problem solving yang tepat untuk mengatasinya.
Suksesnya pendidikan dalam keluarga juga sangat dipengaruhi oleh fungsi dan peranan anak. Dari pribadi anak sendiri harus dimunculkan antisipasi dari berbagai pengaruh buruk yang menyerang.Â
Tujuan hidup atau himmah yang mulia juga harus dimiliki sehingga langkah-langkahnya terarah tidak mudah terombang-ambing oleh arus budaya yang semakin mengamuk. Disamping itu sikap prihatin dan mandiri juga harus dimiliki. Dengan demikian insya Allah kita akan menjadi generasi penerus yang patut dibanggakan oleh Nusa, Bangsa, dan Agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H