Mohon tunggu...
Zahrotun Nikmah
Zahrotun Nikmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa psikologi

mahasiswa psikologi UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sikap Tak Acuh dengan Dalih Bermoderasi Beragama

19 Mei 2024   19:53 Diperbarui: 19 Mei 2024   19:58 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menjadi insan yang memiliki pemikiran terbuka adalah suatu hal yang sering diagung-agungkan oleh manusia pada zaman ini. Semakin tahun, permasalahan mengenai konflik sebuah komunitas semakin marak, terlebih lagi adanya teknologi dan kemudahan dalam mengakses internet membuat permasalahan dan seluruh huru-hara yang terjadi lebih mudah terekspos. Seperti halnya permasalahan yang banyak kita temui saat ini mengenai LGBTQ dan genosida yang terjadi di Palestina.

Permasalahan ini sudah menjadi sorotan di seluruh dunia, terutama negara-negara yang sangat mengecam tindakan-tindakan yang tidak selaras dengan hukum agama yang mereka anut. LGBTQ sendiri dalam Islam adalah sebuah perbuatan yang sangat dikecam oleh Allah SWT hingga Allah menurunkan seorang Nabi pada zamannya untuk meluruskan para hamba Allah yang tersesat dalam kemaksiatan dan LGBTQ, begitu pula pembantaian umat manusia yang ada di Palestina, Allah sangat mengecam kaum yang menindas kaum yang lain hingga menghilangkan nyawa kaum tersebut. Larangan mengenai LGBTQ ini tertera dalam Firman Allah SWT dibeberapa surat Al-Qur'an, salah satunya yaitu:

"Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas." (Asy-Syu'ara ayat 165-166)

Firman Allah yang lain dalam surat  An-Nisa ayat 92, Allah SWT mengecam hambanya yang melakukan tindakan genosida dan menghilangkan nyawa hambanya yang lain.

"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An-Nisa ayat 4:92)

Ayat-ayat di atas menerangkan dan menjadi bukti bahwa Allah tidak menyukai hambanya yang berbuat demikian. Bahkan dalam agama lain selain Islam, perbuatan yang demikian dilarang dalam agama. Adanya larangan-larangan yang telah disebutkan tersebut, seharusnya kita sebagai insan yang baik adalah tetap mengingatkan dan berusaha agar saudara-saudara kita sesama manusia terbebas dari bahaya yang akan ditimbulkan akibat menjalankan larangan-larangan yang diperintahkan. Allah SWT melarang hambanya untuk tidak berbuat demikian bukan serta-merta karena tidak suka, namun ada banyak dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari hal tersebut, salah satunya adalah tertularnya penyakit kelamin seperti HIV dan lainnya.

Pada saat ini banyak dari umat manusia yang juga memberikan kecaman kepada mereka yang melakukan penyimpangan dan pelanggaran dengan cara memboikot seluruh produk yang mendukung kaum tersebut serta tidak memberikan ruang kepada mereka untuk mengajak manusia lain melakukan hal-hal serupa, namun banyak juga yang tetap membela kaum yang melakukan penyimpangan dan pelanggaran hak manusia tersebut, bahkan banyak dari mereka mencampurkan seluruh ajaran agama untuk menjadikan pendapat mereka adalah suatu kebenaran dan tidak salah sama sekali. Padahal mereka hanya menjadikan itu sebagai pelipur agar tetap bisa melakukan perilaku yang sudah sangat jelas salah.

Selain dari manusia yang membela perilaku salah tersebut, ada juga manusia yang tidak peduli akan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, seperti tetap memakai produk yang mendukung, tidak peduli dan tidak mau tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi soal kaum tersebut. Mereka yang tidak acuh ini beranggapan bahwa, perilaku yang dilakukan oleh orang-orang tersebut adalah sebuah pilihan, sehingga kita harus menghormati pilihan tersebut. Mereka juga berlandaskan kepada saling menoleransi seluruh pilihan yang dibuat oleh orang lain mengenai kehidupannya, padahal tidak seluruh hal bisa ditoleransi.

Perlu dipahami bahwa moderasi beragama adalah konsep yang penting untuk menjaga harmoni dalam masyarakat yang beragam, seperti Indonesia. Namun, ada fenomena di mana sikap tak acuh terhadap intoleransi atau ketidakadilan berlindung di balik dalih moderasi beragama. Sikap seperti ini, yang mengabaikan pelanggaran atau ketidakadilan dengan alasan untuk menjaga kedamaian, justru dapat merusak esensi moderasi itu sendiri.

Moderasi beragama merujuk pada pendekatan yang menekankan keseimbangan, toleransi, dan saling menghormati dalam menjalankan ajaran agama. Sikap yang diambil untuk saling menghargai dan menghormati keyakinan yang diyakini oleh orang lain yang tidak selaras dengan keyakinan kita. Indonesia sendiri merupakan contoh tempat yang paling tepat jika membicarakan menganai moderasi beragama, karena Indonesia adalah tempat yang penuh dengan keberagaman. Oleh karenanya, moderasi beragama di Indonesia selalu dibarengi dengan implementasinya terhadap pancasila sebagai dasar negara. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai di tengah keberagaman agama dan kepercayaan. Moderasi beragama menghindari ekstremisme dan fanatisme, serta mengedepankan dialog dan kerja sama antar umat beragama.

Sikap tak acuh, atau apatisme, dalam konteks moderasi beragama terjadi ketika individu atau kelompok memilih untuk tidak mengambil tindakan terhadap ketidakadilan atau pelanggaran yang terjadi di sekitar mereka. Mereka mungkin berdalih bahwa tindakan mereka untuk tetap diam adalah demi menjaga kedamaian dan harmoni. Namun, sikap ini sering kali justru memperburuk situasi dan mengabaikan nilai-nilai keadilan dan kebenaran yang harusnya menjadi bagian dari moderasi beragama.

Bahayanya dari sikap tak acuh ini akan menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti adanya peningkatan dalam hal ketidakadilan. Jika publik dan manusia lain memilih untuk tidak acuh dalam perkara yang merampas hak asasi manusia dan penyimpangan, maka kaum yang melakukan hal demikian akan semakin melancarkan aksi mereka dengan semena-mena dan tidak peduli akan opini orang lain, karena mereka tidak akan dicemooh. Dampak lainnya adalah adanya Pembenaran Ekstremisme, sikap tak acuh dapat digunakan oleh kelompok-kelompok ekstremis untuk membenarkan tindakan mereka. Mereka dapat mengklaim bahwa pendekatan moderat tidak efektif dalam menangani ketidakadilan, sehingga tindakan ekstrem diperlukan, dan dampak terburuknya adalah mereka melecehkan dan menistakan agama yang suci demi melanjutkan perilaku yang mereka anggap benar tersebut.

Baru-baru ini ada kasus dimana ada dua pelaku penyimpangan melakukan hal tidak senonoh di dalam rumah ibadah umat muslim. Ini adalah salah satu bentuk dari ketidak pedulian dan pemberian ruang kepada mereka yang melakukan perilaku menyimpang. Mereka sudah tidak peduli dengan adanya batasan-batasan agama dan tempat-tempat suci, mereka hanya ingin melakukan hal yang disebabkan oleh hawa nafsu mereka belaka.

Moderasi beragama sejatinya tidak mengabaikan perilaku yang salah, ketidakadilan atau pelanggaran, tetapi justru mengedepankan dialog dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Untuk menerapkan moderasi beragama yang benar, semua pihak harus berkomitmen untuk aktif dalam saling memberi mendo'akan, membimbing menuju jalan yang benar dan menghentikan seluruh perilaku yang tidak dibenarkan dalam norma agama maupun norma sosial juga hukum negara. Kita semua bisa menjadi insan yang tidak tertinggal akan perkembangan zaman namun juga tidak meninggalkan hukum agama dan seluruh norma-norma yang benar dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun