Maka Kyai khusyu yang tidak bisa mengaji itu pasti rusak. Kyai yang mewajibkan ketentuan bagi santri puasa Dalail Khoirot (puasa terus menerus), santri wajib tirakat, tidak boleh merokok, tertawa salah, menguap salah semua menjadi salah. Ditinjau secara ilmu ketentuan yang memaksa semacam itu adalah salah meskipun secara adab adalah benar.Â
Puasa Dalail itu secara adab melatih santri dan itu benar tetapi mewajibkannya, secara ilmu adalah salah. Â Sebab mewajibkan hal yang tidak wajib menjadi wajib itu adalah hal kriminal. Â Sebagaimana dikatakan dalam kitab Sulam Taufiq bahwa termasuk dosa besar adalah mewajibkan hal tidak wajib menjadi wajib.
Gus Baha sebagai seorang guru tentunya berkeinginan muridnya melakukan sholat qobliyah badiyah. Tapi karena beliau tidak mewajibkannya, maka para murid menjadi tidak melakukan sholat qobliyah badiyah. Namun apabila Gus Baha mewajibkan Sholat Qobliyah Badiyah maka bisa melanggar ketentuan dari Habib Abdullah Bin Husein Bin Thohir selaku pengarang kitab Sulam Taufiq akan larangan mewajibkan sesuatu yang tidak wajib. Sehingga yang benar adalah sholat qobliyah badiyah memang tidak wajib tapi kalau bisa dilakukan.
Kita tidak boleh menentang orang yang menjalankan puasa Dalail. Puasa Dalail itu bagus tapi apabila Puasa Dalail diwajibkan maka harus dilawan. Jadi itulah resikonya jika Islam dikawal oleh orang khusyu, perkara yang tidak wajib malah diwajibkan.
Seperti dalam ketentuan sholat tarawih. Nabi Muhammad menjalankan sholat tarawih itu hanya 4 hari, setelah itu tidak. Seumpama Nabi tarawih setiap hari maka tarawih akan dianggap wajib. sehingga Nabi tidak tarawih terus menerus demi untuk menampakkan bahwa itu tidak wajib. Tapi meskipun Nabi tidak tarawih di masjid beliau tetap qiyamul lail di rumahnya. Tidak seperti sebagian besar orang saat ini yang tidak tarawih tetapi menonton tv, juga merokok atau melakukan kegiatan kurang bermanfaat lainnya.
Jadi penting mengkaji perihal Tauhid ini sebagaimana dibahas dalam Kitab Jauharatu Attauhid. Bahwa memang kadang kita mendukung Mutazilah yang berpandangan Bahwa Kebaikan adalah dari Allah dan kejelekan adalah dari Syetan. Karena biar bagaimanapun Mutazilah ada benarnya.Â
Maka Syekh Izzudin bin Abdissalam pun mengatakan bahwa beliau penganut Ahlussunnah tapi kadang-kadang setuju dengan Mutazilah. karena biar bagaimanapun mereka berpendapat seperti itu karena menerapkan adab yang baik terhadap Allah. Sehingga mengatakan bahwa yang baik dari Allah dan yang jelek dari syetan.
Tapi tetap kita tidak mengikuti pendapat Mutazilah seperti itu. Sebab resikonya ada Tsanawy atau ada dualisme. Yaitu ada Tuhan otoritas kebaikan yang dipimpin Allah dan ada otoritas keburukan yang dipimpin setan. sehingga rawan terjadi salah paham bahwa Allah tidak kuasa mengendalikan kejelekan atau setan.
Jadi misalkan setelah di dunia banyak maksiat maka Tuhan beradu hasil dengan setan, bahwa yang menang setan karena sering berhasil menggoda manusia. Sebab di dunia banyak terjadi maksiat dan kejahatan. Itu suatu kesalahan karena memandang kejelekan dari setan. Seperti di pondok pesantren antara yang hafalannya lancar dan tidak tentu lebih banyak yang tidak lancar.
Islam melarang keburukan. Menurut iman kita harus meyakini khoirihi wa syarriihi minallah. Sebagaimana menurut KH. Maimoen Zubair bahwa agama itu aneh karena kejelekan itu dilarang tapi kita harus meyakini bahwa kejelekan itu dari Allah. kejelekan itu dilarang, kejelekan itu harus dijauhi tapi kita harus meyakini kejelekan itu juga kehendak Allah.
Seperti memiliki wajah kurang tampan/cantik itu kehendaknya siapa?, Â adakah itu keinginanmu atau atau kehendaknya Allah?. Tentunya kehendaknya Allah. Karena kamu pun tidak ingin memiliki wajah yang kurang tampan/cantik. Namun tahu-tahu terlahir berwajah kurang tampan/cantik. Menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. jika ragu dengan kehendaknya Allah maka perlu ditanyakan pada dirimu. Kamu lahir kehendak Allah atau kehendak dirimu. Apakah kamu punya keinginan untuk lahir?. Tentunya kita terlahir bukan atas kehendak kita.