Mohon tunggu...
Zahra Ramadhani
Zahra Ramadhani Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

I love sharing stories and experiences through beautiful writing.

Selanjutnya

Tutup

New World

Sisi Ganda Media Sosial: Bagaimana sebuah Platform Menyatukan dan Memecah Belah Bangsa

7 Juli 2024   15:22 Diperbarui: 7 Juli 2024   17:01 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
New World. Sumber ilustrasi: FREEPIK

 Media Sosial, menjadi sebuah kata yang tak asing lagi bagi banyak telinga dari masyarakat Indonesia. Di zaman yang semakin modern ini, akses terhadap dunia maya menjadi semakin mudah untuk dijangkau, sehingga penggunaan media sosial pun ikut melonjak, dan tidak mengenal batas usia maupun status sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial hadir sebagai sebuah platform digital yang menyimpan segudang manfaat, khususnya dalam kegiatan berinteraksi dan bertukar informasi secara lebih luas. Disatu sisi, media sosial memang memberikan banyak hal positif, dan telah memainkan peran penting dalam menghubungkan masyarakat di seluruh Indonesia. Salah satu keunggulan utama dari media sosial adalah kemampuannya untuk mendorong komunikasi dan interaksi antar individu, terlepas dari lokasi geografis mereka. Platform seperti Facebook, Twitter, Tik tok dan Instagram telah menjadi alat yang penting bagi masyarakat untuk tetap terhubung dengan teman, keluarga, dan kolega, sehingga menimbulkan rasa kebersamaan dan kohesi sosial.

 Selain itu, media sosial juga memungkinkan orang untuk mengekspresikan pikiran, pendapat, dan pengalaman mereka, yang dapat membantu menjembatani kesenjangan antara berbagai kelompok dan memupuk persatuan nasional. Sebagai contoh, Facebook telah terbukti menjadi platform yang efektif bagi masyarakat untuk berdiskusi dan mengekspresikan pandangan mereka tentang berbagai isu nasional, termasuk politik, budaya, dan norma-norma sosial. Komunikasi yang terbuka ini dapat menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam dan apresiasi terhadap perspektif satu sama lain, yang pada akhirnya berkontribusi pada bangsa Indonesia yang lebih bersatu. Selain itu, media sosial juga telah digunakan untuk mempromosikan pendidikan budaya dan nilai-nilai Pancasila, yang sangat penting untuk menjaga keharmonisan sosial dan persatuan nasional di Indonesia. Secara keseluruhan, media sosial telah muncul sebagai alat yang ampuh untuk menyatukan masyarakat Indonesia, menjembatani kesenjangan, dan memperkuat ikatan nasional.

Namun, keleluasaan yang dimiliki para pengguna media sosial ini seringkali dilakukan tanpa adanya batasan yang jelas, khususnya terkait etika dan nila-nilai moral dalam bermedia sosial. Penggunaan media sosial yang dapat diakses oleh siapa saja tanpa mengenal batasan umur, juga menjadi salah satu fakta yang menjadi sisi negatifnya, apalagi sebagian besar penggunanya adalah anak-anak dibawah umur.  Hasil riset dari Neurosensum Indonesia Consumers Trend 2021 mengatakan bahwa 87 persen anak anak di Indonesia sudah mendapatkan akses terhadap media sosial sebelum menginjak usia 13 tahun.  Hal ini tentu saja sangatlah mengkhawatirkan karena anak anak masih cukup sulit untuk memilah informasi yang baik dan buruk bagi mereka. Disisi lain sebagaimana kita fahami bersama bahwa anak-anak muda adalah calon generasi penerus bangsa yang seharusnya masih membutuhkan bimbingan dan pengawasan yang ketat, khsususnya dalam menggunakan platform-platform media sosial.

Hal inilah yang kemudian memunculkan sisi ganda dari media sosial. Kebebasan yang diberikan bagi para penggunanya kemudian menjadi bumerang yang seringkali mengarah pada kesalahpahaman antar individu atau kelompok dalam masyarakat, sehingga rentan untuk menimbulkan perpecahan. Maraknya penyalahgunaan terhadap media sosial yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab tentu saja dapat memicu terjadinya konflik antar kelompok masyarakat. pada akhir tahun 2023, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mencatat penanganan terhadap 3,7 juta konten negatif yang meliputi ujaran kebencian, konten provokatif serta konten yang melanggar kesusilaan. 

Di awal tahun 2024, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengemukakan bahwa berita-berita hoaks terkait pemilu dan isu politik juga telah mendominasi media sosial di Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan beragam, masyarakat Indonesia tentu saja sangat rentan dengan isu-isu yang dapat memunculkan krisis solidaritas dan nasionalisme.  Hal tersebut secara tidak langsung dapat memberikan kesempatan bagi oknum-oknum tertentu untuk merusak esensi dari kebebasan berekspresi di media sosial dengan menyebarkan berita-berita palsu yang tentu saja dapat berdampak buruk pada harmonisasi sosial di Indonesia.

Penyebaran informasi palsu yang dapat dilakukan dengan mudah kemudian mengarah pada meluasnya kebingungan dan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga dan memperparah ketegangan sosial. Retorika diskriminatif yang merajalela, sering kali menyasar kelompok-kelompok yang terpinggirkan dan menumbuhkan budaya intoleransi. Selain itu, media sosial telah menjadi tempat berkembang biak bagi cyberbullying, di mana individu dapat melecehkan dan mengintimidasi orang lain secara anonim, yang mengarah pada tekanan emosional. Akibatnya, media sosial telah menjadi ancaman yang signifikan terhadap kohesi sosial dan persatuan nasional di Indonesia.  

Oleh karena itu saat ini kita memiliki kebutuhan yang mendesak akan regulasi yang efektif dan program literasi media sosial bagi semua kalangan masyarakat untuk memitigasi dampak negatif yang ditimbulkan. Terkait dengan kondisi ini, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah, seperti memblokir akses ke platform media sosial tertentu yang dianggap meresahkan, meskipun tindakan ini mendapat perlawanan dari sebagian masyarakat karena dianggap mengganggu kegiatan ekonomi dan menghambat komunikasi. Upaya pemerintah untuk mengatur media sosial dianggap sebagai tindakan represif, yang menimbulkan kekhawatiran tentang erosi nilai-nilai demokrasi dan potensi kontrol otoriter atas internet.

Pada akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan zaman dan teknologi merupakan sebuah perristiwa yang akan terus terjadi, sehingga penggunaan dari media sosial pun juga akan terus meningkat. Maka dari itu sangatlah penting bagi kita sebagai pengguna media sosial untuk menumbuhkan kesadaran diri dan perilaku yang bertanggung jawab dalam bermedia sosial. Dalam rangka mencegah terjadinya perpecahan, penting untuk mengatasi akar penyebab misinformasi dan ujaran kebencian. Hal ini dapat dicapai melalui kombinasi pendidikan dan regulasi. 

Pertama, program literasi media sosial harus diimplementasikan untuk mengedukasi pengguna tentang cara mengevaluasi informasi secara kritis dan menghindari penyebaran informasi yang salah. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengatur platform media sosial untuk memastikan mereka mematuhi standar etika dan menghapus konten yang mempromosikan ujaran kebencian atau kekerasan. Selain itu, kita sebagai pengguna media sosial juga sebisa mungkin untuk berpartisipasi dalam mempromosikan konten yang positif dan inklusif yang dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta menghormati nilai-nilai Pancasila. Dengan mengambil langkah-langkah ini, dampak  negatif dari media sosial dapat dikurangi, dan platform ini dapat digunakan sebagai alat yang ampuh untuk mempromosikan persatuan dan kesatuan di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun