Yogyakarta- Sampah plastik yang dikenal sebagai barang bekas, barang buangan bahkan dianggap merugikan diubah menjadi barang-barang yang indah, sampai-sampai dijadikan butik, mungkinkah? Lalu bagaimana caranya sampai terbentuk butik tersebut?.
Dimulai dari rasa keprihatinan para mahasiswa yang besar terhadap banyaknya sampah plastik yang menumpuk dan dibiarkan begitu saja, hanyut disungai bahkan sampah plastik yang harusnya tidak ditimbun dan dibakar, malah ditimbun dan dibakar, namun di perkuliahan mereka diajari materi-materi tentang pengelolaan lingkungan. dari situlah 4 mahasiswa Teknik lingkungan UII pada tahun 2006, mulai bergerak dan fokus untuk mengumpulkan sampah kemasan plastick sebanyak-banyaknya dari berbagai macam lokasi, tanpa berfikir hal ini bisa menjadi suatu usaha yang bisa memberikan profit.
“Awal Project ini karena melihat sampah yang berserakan di burjo.” Kata founder Project B Indonesia, Hijrah. Dimulai dengan membeli sampah-sampah dari warung. Kemudian di bersihkan, dipilih kemudian di simpan dengan rapi. Itu semua berlangsung selama satu tahun. Kemudian hijrah Kembali memutar otak bagaimana caranya agar sampah-sampah ini terkelola dan diakomodir dengan baik serta tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
Sampai saat ini berdirilah Project B Indonesia. “Untuk arti khusus dari Project B Indonesia sendiri tidak ada ya, hanya pada saat bergerak dan menjual sesuatu kan membutuhkan nama. Awalnya banyak sekali usulan nama. Namun akhirnya yang dipilih adalah nama Project B sebagai nama usaha saat itu. Sering dikaitkan B adalah Burjo yang sekarang mungkin dikenal warmindo sebagai lokasi pertama sampah berasal”. Ucap Founder Project B Indonesia
Kesulitan awal yang harus di selesaikan para mahasiswa ini adalah untuk mengubah pola pikir masyarakat yang sudah tertanam bahwa sampah itu harus dimusnahkan, salah satu caranya adalah dengan dibakar. masyarakat kadang tidak berfikir bahwa sampah yang ada harus dipilah atau dipisahkan dan dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian diambil pada waktu tertentu. Banyak penolakan yang diterima dari masyarakat pada saat berjalan sosialisasi. Namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat 4 mahasiswa ini untuk melanjutkan project yang mereka jalani.
Akhirnya pada tahun 2011, hijrah mulai mendirikan sebuah butik yang bernama butik daur ulang. dengan konsep butik daur ulang ini, hijrah berharap agar masyrakat tidak menganggap bahwa sampah itu harus dimusnahkan begitu saja melainkan bisa diolah menjadi barang yang indah serta memberi keuntungan untuk sekitar apabila dikelola dengan baik.
Sampai saat ini lokasi produksi atau biasa disebut sebagia workshop terdapat di Jln. Banteng Baru I No. 4 Perum Banteng Baru untuk waktu operasionalnya ada di jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 WIB. Di workshop ini dilakukan penyiapan bahan, dimulai dari sampah yang masuk masih dalam kondisi kotor, hingga menjadi bahan baku yang sudah siap untuk di[akai.
Sedangkan proses penjagitan, dilakuka di rumah penjahit masing-masing, mereka akan memberi hasil pekerjaan mereka ke workshop. “ Untuk total karyawaan saat ini terdapat 20 orang. Sebagian adalah anak-anak muda yang mengurusi manajemen dan tim kreatif. Sebagiannya lagi adalah ibu-ibu yang bergerak mengurusi bagian produksi dimulai dari pemprosesan sampah hingga menjadi produk daur ulang yang siap dipasarkan.” Ujar hijrah.
Proses produksi diawali dengan penerimaan sampah yang berasal dari bank sampah, bank sampah ini merupakan tempat pengumpulan sampah berbasis masyarakat yang memanfaatkan nilai jual dari sampah. Masyarakat diajak untuk menukarkan sampah yang terpilah miliknya dengan ruiah, menggunaka konsep menabung, layaknyan bank pada umumnya.
Namun karena sampah kemasan termasuk sampah yang tidak layak jual, sehinggaa pengepul, pemulung tidak maumenerima jenis sampah ini. Jadinya, sampah ini terus diproduksi namun tidak diikuti dengan pengelolaan yang baik. Tidak banyak juga bank sampah yang hanya berfokus dalam menerima 1 jenis sampah saja.
Selanjutnya sampah akan dihitung perlembar, proses pencatatan, pencucian, pengeringan, dan penyimpanan bahan baku. Selanjutnya akan melalui proses penjahitan, penganyamanan, perajutan, baru menjadi produk yang siap dipasarkan.
“ Setiap bulan, bank sampah Project B Indoensia menerima hingga 100.00 lembar sachet kemasan dari berbagai jenis. Untuk produksi sangat tergantung dari produknya masing-masing, karena tingkat kesulitan yang berbeda, mulai yang termudah dapat diproduksi hingga 100pcs perhari, hingga yang tersulit 1pcs per harinya. Tingkat kesulitan ini yang juga menjadi salah satu penentu dari harga produk tersebut.” Ujar hijrah. Sekarang berbagai macam produk yang diolah dari sampah kemasan tersebut seperti tas, dompet, tempat penyimpanan dan produk daur ulang lainnya terpajang indah di dibutik daur ulang milik hijrah.
Untuk proses pemasarannya dimulai dari media yang paling mudah adalah media social, karena pada saat itu belum adanya tempat untuk menjual secara khusus atau tempat offline, namun tak disangka-sangka alhamdulilah 1 tahun pertama, produk bisa dipasarkan di philipina dan mulai merambah ke berbagai wilayah di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H