Donor ASI (Air Susu Ibu) adalah praktik di mana seorang ibu yang menyusui memberikan ASI-nya kepada bayi lain yang membutuhkan. Dalam konteks ini, penting untuk memahami bagaimana donor ASI dapat mempengaruhi hubungan kekerabatan antara ibu donor dan bayi penerima, terutama dalam pandangan Islam. Islam memiliki pandangan yang unik mengenai menyusui dan hubungan kekerabatan yang dihasilkan dari praktik tersebut.
Menyusui adalah tindakan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Al-Qur'an menyatakan dalam Surah Al-Baqarah ayat 233:
"Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan."
Ayat ini menegaskan pentingnya menyusui sebagai bagian dari tanggung jawab seorang ibu. Selain memberikan nutrisi, menyusui juga menciptakan ikatan emosional yang kuat antara ibu dan anak. Â Dalam konteks ini, donor ASI dapat dilihat sebagai bentuk kepedulian sosial dan solidaritas antar sesama ibu.Â
Implikasi Kekerabatan dari Donor ASI
Donor ASI harus dilakukan dengan niat yang tulus untuk membantu bayi yang membutuhkan. Dalam Islam, menyusui dapat menciptakan hubungan kekerabatan yang sah. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sungguh, Allah telah menetapkan bahwa menyusui itu dapat mengharamkan (pernikahan) antara dua orang."
Hadis ini menunjukkan bahwa anak yang disusui oleh seorang wanita menjadi mahram bagi wanita tersebut dan keluarganya. Dengan demikian, donor ASI tidak hanya memberikan manfaat nutrisi, tetapi juga menciptakan ikatan kekerabatan yang baru. Hubungan kekerabatan yang terbentuk melalui menyusui membawa hak dan kewajiban.Â
Bayi yang disusui berhak mendapatkan perlindungan dan perhatian dari ibu donor, meskipun tidak ada hubungan biologis. Ini menciptakan tanggung jawab moral dan sosial yang harus dipenuhi oleh ibu donor.Â
Donor ASI dapat memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat. Ketika seorang ibu mendonorkan ASI-nya, ia tidak hanya membantu bayi yang membutuhkan, tetapi juga membangun hubungan yang lebih dekat dengan keluarga penerima. Ini dapat menciptakan jaringan dukungan yang lebih kuat di antara ibu-ibu dalam komunitas.
Pertimbangan Etis dan Hukum
Dalam Islam, ada batasan jumlah penyusuan yang dapat menciptakan hubungan kekerabatan. Menurut mayoritas ulama, jika seorang bayi disusui oleh seorang wanita sebanyak lima kali dalam keadaan bayi tersebut dalam kondisi lapar, maka hubungan kekerabatan akan terbentuk. Namun, jika hanya disusui kurang dari jumlah tersebut, maka tidak ada hubungan kekerabatan yang sah.Â
Dalam hal kesehatan dan keamaanan, ASI yang didonorkan harus melalui proses pemeriksaan kesehatan yang ketat untuk memastikan bahwa ASI tersebut aman untuk bayi penerima. Menjaga kesehatan adalah hal yang sangat penting. Identitas donor dan penerima harus dijaga kerahasiaannya untuk menghormati privasi individu.Â
Ini penting untuk menghindari komplikasi sosial yang mungkin timbul akibat hubungan kekerabatan yang baru terbentuk. Ibu donor dan penerima harus memahami implikasi hukum dan sosial dari hubungan kekerabatan yang terbentuk melalui menyusui. Ini termasuk kesadaran akan hak dan kewajiban yang muncul dari hubungan tersebut.
Donor ASI adalah praktik yang bermanfaat dan dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan bayi. Namun, dalam konteks Islam, penting untuk memahami implikasi hubungan kekerabatan yang dihasilkan dari praktik ini.Â
Dengan merujuk pada Al-Qur'an dan hadis, kita dapat melihat bahwa donor ASI tidak hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga menciptakan ikatan kekerabatan yang memiliki konsekuensi hukum dan sosial. Oleh karena itu, edukasi dan pemahaman yang baik tentang donor ASI dan implikasi kekerabatannya sangat penting bagi semua pihak yang terlibat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H