Kompasiana.com - Stunting, atau kondisi gangguan pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi kronis sejak masa kehamilan telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Â Kasus stunting yang terus meningkat tiap tahunnya menunjukkan bahwa meskipun berbagai program dari pemerintah telah dijalankan, masalah ini masih jauh dari terselesaikan. Fenomena stunting tidak hanya soal tinggi badan anak yang kurang dari ukuran normal, tetapi juga masalah serius yang mempengaruhi perkembangan otak sehingga berdampak pada kemampuan belajar dan kesehatan anak jangka panjang. Selain kesehatan, stunting juga erat kaitannya dengan perekonomian yang nantinya akan berdampak pada masa depan bangsa.
Menurut data Kementerian Kesehatan Indonesia, prevalensi stunting pada anak dibawah lima tahun masih mencapai angka yang mengkhawatirkan. Indonesia menempati posisi tinggi di dunia dalam prevalensi stunting, dengan lebih dari 20% anak balita mengalami kondisi ini. Banyak wilayah di Indonesia yang menunjukkan angka stunting jauh di atas ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sehingga, hal ini menandakan bahwa masalah ini termasuk krisis nasional.
Faktor penyebab stunting di Indonesia antara lain karena asupan nutrisi yang tidak mencukupi, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Selain itu, faktor lingkungan seperti sanitasi yang buruk, akses air bersih yang terbatas, dan juga lingkungan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko stunting. Tak hanya faktor lingkungan, faktor sosial ekonomi juga menjadi salah satu faktor penyebab stunting di Indonesia. Seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan juga ketidaksetaraan sosial.
Stunting bukan hanya sekedar pertumbuhan anak yang terhambat. Dampak stunting jauh lebih mendalam terutama pada perkembangan kognitif. Anak-anak yang mengalami stunting akan lebih berisiko mengalami kesulitan dalam belajar. Selain itu, kondisi ini juga berpotensi memengaruhi kesehatan mereka di masa depan. Dalam dampaknya pada bidang pendidikan, anak yang mengalami stunting cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah. Sehingga daya saing di dunia pendidikan terbatas dan prospek kerja juga lebih rendah. Pada bidang kesehatan, anak yang mengalami stunting berisiko lebih besar mengalam masalah kesehatan seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung dan hipertensi saat dewasa. Oleh karena itu, dampak dari stunting tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi juga dampak jangka panjang yang serius.
Berbagai upaya dan program dari pemerintah telah dijalankan demi mengurangi prevalensi stunting di Indonesia. Salah satu upaya yang paling menonjol adalah Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang bertujuan memastikan ibu hamil, bayi dan anak-anak mendapat asupan gizi yang cukup dan juga berkualitas. Namun, meskipun berbagai upaya telah diambil, penurunan angka stunting masih berjalan lambat. Banyak tantangan yang menghambat, salah satunya adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam program-program pemerintah.
Untuk mengatasi stunting secara efektif, diperlukan pendekatan yang berkelanjutan, seperti meningkatkan penyuluhan mengenai pentingnya asupan gizi yang seimbang, khususnya di kalangan ibu hamil. Akses terhadap infrastruktur kesehatan seperti air bersih pun harus diprioritaskan. Selain itu, bantuan subsidi berupa makanan bergizi atau program tunjangan keluarga miskin juga memiliki dampak yang signifikan. Pemerintah juga dapat melakukan pemantauan secara berkala di seluruh wilayah.
Stunting merupakan masalah kompleks yang membutuhkan penanganan komprehensif. Pemerintah, masyarakat dan berbagai pihak terkait perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah ini. Dengan upaya bersama, diharapkan angka stunting di Indonesia dapat terus menurun dan generasi mendatang dapat tumbuh sehat dan cerdas. Investasi dalam perbaikan gizi dan kesehatan anak-anak hari ini akan menetukan kualitas dan kemajuan bangsa di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H