Mohon tunggu...
zahra sintyanury
zahra sintyanury Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Pleasure in learning new things, being detail-oriented, and having an aspiration to work in the field of communication. Can communicate well, be enthusiastic, proactive, and ready to learn and contribute in a working environment.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini Membangun Komunikasi Politik yang Sehat di Era Digital

21 Juni 2024   12:31 Diperbarui: 21 Juni 2024   12:52 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Hollywood Reporter

Politisi sendiri juga perlu dilatih komunikasi yang baik. Banyak politisi kita yang masih asal ceplos atau malah sengaja bikin statement kontroversial buat cari perhatian. Harusnya ada pelatihan khusus untuk mereka tentang public speaking yang bertanggung jawab.

Satu lagi yang penting, kita perlu lebih banyak tokoh yang bisa jadi penengah. Orang-orang yang dipercaya publik dan bisa menjembatani kubu-kubu yang berseberangan. Ini bisa membantu meredakan ketegangan politik yang kadang sudah kebangetan. Oh iya, jangan lupa peran anak muda. Mereka punya cara sendiri untuk menyuarakan pendapat politik, misalnya lewat meme atau konten kreatif di medsos. Ini sebenarnya bisa jadi cara yang segar untuk mengajak anak muda peduli dengan isu-isu penting, asalkan kontennya tetap bermutu. Terakhir, kita semua perlu sadar kalau membangun komunikasi politik yang sehat itu prosesnya sangatlah panjang. Tidak bisa instan. Butuh kesabaran dan konsistensi dari semua pihak. Tapi jika berhasil, ini akan membuat demokrasi kita jauh lebih kuat.

Intinya, komunikasi politik yang sehat itu bukan hanya tanggung jawab politisi atau media. Kita semua, sebagai warga negara, punya peran penting. Mulai dari cara kita ngobrolin politik di warung kopi, sampai gimana kita menyikapi berita di medsos. Semuanya berpengaruh ke iklim politik secara keseluruhan.

Selanjutnya yaitu, bahasa. Kita sering melihat politisi atau komentator politik menggunakan istilah-istilah yang rumit atau bahasa asing yang tidak semua orang mengerti. Padahal, komunikasi politik yang bagus dan baik itu yang bisa dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Jadi, perlu ada upaya untuk "menerjemahkan" isu-isu politik ke bahasa yang lebih sederhana dan relatable. Lalu, kita juga perlu lebih banyak ruang untuk suara-suara yang selama ini kurang terdengar. Misalnya dari kelompok minoritas, masyarakat adat, atau penyandang disabilitas. Mereka juga punya kepentingan dan pandangan politik yang penting untuk didengar. Media dan politisi perlu lebih aktif mengajak mereka dalam diskusi-diskusi publik.

Penting juga untuk meningkatkan kualitas riset politik. Banyak kebijakan yang diambil berdasarkan survei atau polling yang metodologinya diragukan. Kita butuh lembaga-lembaga riset yang independen dan kredibel untuk menyediakan data yang akurat. Ini akan membuat diskusi politik menjadi lebih berbasis fakta. Selanjutnya, jangan lupa peran kartunis politik atau komikus. Mereka bisa menyampaikan kritik politik dengan cara yang lucu tapi ngena. Sayangnya, belakangan ini makin jarang kita liat kartun politik yang bermutu di media mainstream. Padahal ini bisa menjadi cara yang efektif untuk membuat orang berfikir kritis mengenai isu-isu politik.

Oh iya, pendidikan politik di sekolah juga perlu di-update. Jangan hanya hafalan UUD 1945 saja. Melainkan anak-anak muda perlu diajarkan cara analisis kebijakan, membedakan fakta dan opini, sampai teknik negosiasi dan resolusi konflik. Ini skill-skill yang akan sangat berguna untuk mereka sebagai warga negara nantinya. Satu hal lagi yang penting, kita perlu lebih banyak dialog lintas generasi soal politik. Terkadang terdapat gap pemahaman antara generasi tua dan muda. Dialog yang intens bisa membantu menjembatani perbedaan ini dan membuat diskusi politik jadi lebih kaya.

Terakhir, kita semua perlu lebih sabar dan empati dalam komunikasi politik. Mudah sekali untuk marah atau menyerang orang yang berbeda pendapat, apalagi di medsos. Tapi justru di sinilah tantangannya. Bagainan kita bisa tetep sopan dan respek meski beda pandangan? Ini skill yang perlu terus dilatih.

Intinya, membangun komunikasi politik yang sehat itu proses yang tidak ada habisnya. Selalu ada ruang untuk perbaikan. Yang penting, kita semua punya komitmen untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Karena pada akhirnya, kualitas demokrasi kita tergantung dengan bagaimana kita berbincang dan berdebat soal masa depan bangsa ini.

Jadi, yuk terus tingkatkan kualitas komunikasi politik kita. Bukan bukan hanya saat sedang musim pemilu, tapi setiap hari. Karena membangun Indonesia yang lebih baik, dimulai dari diskusi-diskusi kecil kita sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun