BOGOR, Zahra Sintyanury - Dalam lanskap politik yang semakin terpolarisasi, peran komunikasi politik menjadi sangat krusial. Di era digital saat ini, informasi mengalir dengan cepat dan massif, namun tidak selalu diikuti dengan kualitas yang memadai. Fenomena ini membawa tantangan sekaligus peluang bagi para aktor politik dan masyarakat dalam membangun wacana publik yang sehat. Komunikasi politik di Indonesia masih kerap diwarnai retorika yang provokatif dan populis. Para politisi berlomba meraih perhatian publik dengan pernyataan-pernyataan kontroversial, alih-alih substansi kebijakan. Di sisi lain, media sosial menjadi arena pertarungan narasi yang rentan disusupi hoaks dan disinformasi. Akibatnya, diskursus politik menjadi dangkal dan mudah terseret ke arah ujaran kebencian.Â
Kolom opini ini membahas pentingnya komunikasi politik yang sehat di era digital. Intinya, kita sedang menghadapi banyak masalah dalam cara politisi dan masyarakat berkomunikasi soal politik. Banyak pembicaraan provokatif, hoaks bertebaran, dan debat politik jadi dangkal. Untuk membangun komunikasi politik yang lebih sehat, diperlukan upaya dari berbagai pihak. Nah, untuk memperbaiki keadaan ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Misalnya, pemerintah harus lebih terbuka dengan informasi, media harus kembali jadi "anjing penjaga" demokrasi, dan platform medsos perlu lebih bertanggung jawab soal konten yang beredar.
Selain itu, peran masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga pendidikan juga penting. Mereka bisa membantu memperkaya diskusi publik dan mendidik generasi muda agar bisa berpikir kritis. Yang tak kalah penting, kita butuh aturan yang lebih jelas soal kampanye politik di dunia digital. Tapi aturan ini juga harus hati-hati agar tidak membatasi kebebasan berpendapat.
Intinya, membangun komunikasi politik yang sehat itu butuh kerja keras dari banyak pihak. Tentunya hal ini sangat penting untuk masa depan demokrasi kita. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil, seperti politisi yang memberi contoh berdebat secara santun, atau kita sebagai warganet yang lebih teliti sebelum berbagi info. Menjelang Pilkada 2024, ini momen yang pas untuk kita mulai berbenah. Jika diskusi politik bisa lebih bermutu, pemilih juga bisa memutuskan pilihan dengan lebih bijak.
Yang paling sulit adalah mengubah cara pandang orang soal politik. Kita perlu mengembangkan budaya politik yang menghargai perbedaan pendapat dan bisa mencari jalan tengah. Jadi politik bukan hanya perkara menang-kalah, tapi bagaimana bersama membangun negara yang lebih baik.
Nah, selain yang sudah dibahas tadi, ada beberapa hal lagi yang perlu kita perhatikan dalam membangun komunikasi politik yang sehat.
Literasi digital. Kita tidak bisa pungkiri bahwasannya banyak orang, termasuk yang sudah dewasa, masih mudah tertipu dengan berita bohong di medsos. Ini PR besar untuk kita semua. Perlu ada gerakan masif untuk mengajari orang cara membedakan info yang benar dan yang bohong. Sekolah, kampus, bahkan tempat kerja bisa ikut serta membuat program literasi digital.
Lalu, kita juga perlu lebih banyak ruang diskusi offline. Meski dunia sudah serba online, tatap muka langsung masih begitu penting. Bisa melalui diskusi warga, debat publik, atau forum-forum komunitas. Ini bisa membantu orang belajar mendengarkan pendapat yang berbeda dan berdebat dengan sopan.
Soal peran influencer dan buzzer di medsos juga tidak bisa diabaikan. Mereka punya pengaruh besar ke opini publik. Kode etika sangatlah penting bagi mereka, terutama jika sedang bahas isu politik. Tidak hanya asal terima endorse dari politisi atau partai, tapi harus bertanggung jawab dengan konten yang mereka bagikan.
Penting juga untuk mengubah cara media meliput berita politik. Jangan hanya mengejar sensasi atau clickbait. Media perlu lebih sering ngangkat isu-isu yang memang penting untuk rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, atau lapangan kerja. Bukan hanya gosip politik saja!