Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur, tidak hanya pada wilayah perkotaan saja tetapi juga pada wilayah pedesaan. Perbaikan jalan, dibangunnya gedung-gedung bertingkat, pusat bisnis hingga fasilitas publik menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Namun kemudian muncul pertanyaan besar ketika menyaksikan maraknya pembangunan ini, masih adakah harapan adanya pembangunan yang ramah pada disabilitas, baik berupa pembangunan fisik maupun pembangunan non-fisik?
Pembangunan Fisik
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS jumlah penduduk Indonesia dengan disabilitas berjumlah 12,5% di mana sepertiganya adalah anak-anak. Kita sama-sama sepakat bahwa setiap pembangunan yang ada, sifatnya harus inklusif dan aksesibel untuk semua, termasuk untuk penyandang disabilitas.Â
Untuk mempertegas pentingnya negara dalam memperhatikan hak-hak orang dengan disabilitas, PBB menetapkan 3 Desember sebagai Hari Penyandang Cacat Internasional (yang kemudian diratifikasi dalam konvensi hak penyandang disabilitas bahwa penggunaan penyandang cacat diubah menjadi penyandang disabilitas). Hal ini tentu menjadi pengingat sekaligus momentum bagi masyarakat internasional bahwa hak-hak penyandang disabilitas harus kita perjuangkan bersama.Â
Sementara untuk di Indonesia, pemerintah telah mengganti UU No.4/1997 tentang Penyandang Cacat menjadi UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, karena dianggap tidak lagi sesuai dengan paradigma kebutuhan penyandang disabilitas. Oleh karena itu, merujuk pada:Â
1. UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
2. UU. No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung
3. UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
4. UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan JalanÂ
5. UU No. 35/2014 tentang perlindungan Anak
6. UU No. 19/2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas