Jerome Bruner adalah seorang psikolog dan seseorang yang mengembangkan teori belajar berdasarkan perspektif konstruktivis dan erat kaitannya dengan teori belajar kognitif. Teori konstruktivis Brunner dipengaruhi oleh penelitian teori kognitif yang dikemukakan sebelumnya oleh Jean Piaget dan Lev Vigotsky, yang meyakini bahwa siswa dapat mengkonstruksi atau membangun konsep atau gagasan baru dari pengetahuan yang telah dimilikinya. Proses pembelajaran menjadi sangat aktif dan mencakup transformasi informasi, memperoleh makna dari pengalaman, membentuk hipotesis, dan mengambil keputusan. Dalam teori ini, siswa dianggap sebagai pencipta dan pemikir yang menggunakan informasi yang ada untuk mengeksplorasi konsep-konsep baru dan pengalaman belajar.
Dalam pengajaran di sekolah, Brunner mengusulkan agar pembelajaran harus mencakup: Pertama, pengalaman optimal untuk keinginan dan kemampuan belajar. Kedua, struktur pengetahuan untuk pemahaman optimal. Dalam penyampaian materi ada 3 tahapan penting yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori ini, yaitu: a) Tahap enaktif: Pengetahuan disajikan terutama dalam bentuk respons motorik, siswa lebih dapat mendemonstrasikan aktivitas fisik daripada mendeskripsikan tugas yang sama secara akurat, dalam hal ini Peserta selalu membutuhkan objek spesifik dari suatu hal tertentu. b) Tahap ikonik : Pengetahuan dibangun terutama dari gambar visual untuk membentuk informasi baru, cara penyajian gambar didasarkan pada pemikiran internal, pengetahuan diwakili oleh sekumpulan gambar yang mewakili suatu konsep tetapi tidak sepenuhnya mendefinisikan konsep tersebut. c) Tahap simbolik: Pada tahap ini, pengetahuan sudah digabungkan menggunakan simbol-simbol matematika dan linguistic (Bahasa). Representasi simbolik dibuktikan dengan kesediaan seseorang untuk lebih memperhatikan preposisi atau pernyataan daripada objek yang memberikan struktur hierarki terhadap konsep dan kemungkinan alternatif dengan cara yang digabungkan.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan cara: a) Menyajikan contoh dan noncontoh dari konsep yang diajarkan. b) Membantu peserta didik melihat hubungan antar konsep. c) Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa menemukan sendiri jawabannya. d ) Mengajak dan mendorong peserta didik untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya, Tidak mengomentari jawaban siswa terlebih dahulu kemudian menggunakan pertanyaan yang membimbing siswa berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya . e) Tidak semua materi matematika SD dapat memenuhi syarat metode penemuan. Menurut Bruner, belajar pada hakikatnya adalah suatu proses kognitif yang berlangsung dalam diri manusia. Dalam pembelajaran terdapat 3 proses kognitif, yaitu: a) Proses penyerapan informasi baru. b) Proses mengubah informasi yang diterima. c) Memeriksa atau mengevaluasi relevansi dan keakuratan pengetahuan.
Implikasi menerapkan teori Bruner dalam belajar matematika di sekolah dasar.
Penerapan teori belajar Bruner dalam pengajaran dapat dilakukan dengan cara: Pertama, Sajikan contoh dan noncontoh dari konsep yang diajarkan. Misalnya ingin mengajarkan bahwa bangun datar itu adalah segi empat, sedangkan yang bukan bangun datar itu segitiga, segi lima, atau lingkaran. Kedua, Membantu peserta didik melihat hubungan antar konsep. Misalnya, ajukan pertanyaan kepada siswa seperti “Apa nama jenis ubin yang biasa digunakan untuk lantai? Berapa cm ubin yang dapat digunakan?’’. Ketiga, Ajukan pertanyaan dan biarkan siswa menemukan jawabannya sendiri. Misalnya menjelaskan ciri-ciri/sifat-sifat bangun datar.
Penerapan teori Bruner dalam pembelajaran penjumlahan dua bilangan cacah.
Pertama, tahap enaktif pada pembelajaran penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan berlangsung optimal jika siswa belajar terlebih dahulu dengan benda konkrit (misal : Menggabungkan 2 kelereng dengan 3 kelereng, kemudian menghitung totalnya kelereng). Kedua, tahap ikonik yaitu kegiatan belajar yang dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang menggambarkan 3 kelereng dan 2 kelereng yang dijumlahkan (kemudian menghitung jumlah kelereng seluruhnya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut) Pada langkah kedua, siswa dapat melakukan penjumlahan dengan menggunakan gambar visual kelereng. Ketiga, tahap simbolik misalnya pada langkah selanjutnya siswa melakukan penjumlahan dua bilangan dengan menggunakan lambang bilangan seperti 3 + 2 = 5.
Penerapan teori Bruner dalam pembelajaran penjumlahan dua bilangan.
Pertama , tahap enaktif yaitu siswa dapat memulai proses pembelajaran dengan menggunakan beberapa benda nyata sebagai “jembatan” seperti: Siswa bergerak sesuai aturan yang ada, yaitu: a. 3+2 artinya jalan 3 langkah (dari 0) lalu jalan 2 langkah. b. 3 +(-2) berarti maju 3 langkah (dari 0) dan mundur 2 langkah. Kedua, tahap tahap ikonik yaitu penjumlahan dua bilangan bulat diawali dengan menggunakan benda nyata yang berbentuk garis sebagai “jembatan”, sehingga langkah simbolik penjumlahan tersebut dapat berupa gambar atau diagram berikutnya: Gambar diatas menunjukkan (+ 3) + (+2) = +5. Sedangkan gambar di bawah ini menunjukkan (+3) + (-2) = +1, maka kedua tanda “+” dan dua tanda “-” akan hilang sama seperti hilangnya ion positif dan negatif pada pelajaran fisika fisika. Ketiga, tahap simbolik yaitu pembelajaran dapat dilakukan dengan menjumlahkan dua bilangan bulat hanya dengan menggunakan garis bilangan atau bagian positif dan negatifnya, (menggunakan gambar atau diagram). Siswa tidak cukup melalui tahapan dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses abstraksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H