Latar Belakang Kesenian Bantengan
Indonesia dengan keberagaman suku dan budaya memiliki kebudayaan yang meliputi pengetahuan, tradisi, dan kebiasaan masyarakat. Salah satu tradisi yang tetap bertahan hingga saat ini adalah Seni Bantengan, yang berasal dari Malang dan Mojokerto, Jawa Timur. Kesenian ini sudah ada sejak masa penjajahan Belanda dan terus berkembang di berbagai kecamatan, termasuk di Dusun Banong, Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto.Â
Bantengan menggabungkan musik gamelan, seni silat, dan unsur kesurupan untuk menceritakan perjuangan masa penjajahan. Pemain yang mengenakan kostum macanan (berwarna kuning oranye) dengan mata tertutup, bergerak mengikuti irama gamelan dan silat. Pertunjukan ini sering dilakukan dalam acara seperti perayaan kemerdekaan, Suran, dan selamatan desa.
Seni Bantengan memiliki dua fungsi utama: eksternal, sebagai bagian dari budaya lokal yang disajikan untuk masyarakat, dan internal, yang berkaitan dengan tujuan dan proses yang dilalui oleh kelompok yang terlibat. Meskipun menghadapi tantangan, seperti keterbatasan dana, Bantengan tetap berkembang berkat antusiasme masyarakat dan partisipasi generasi muda. Kesenian ini tetap menjaga warisan budaya sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Asal Mula Kesenian Bantengan
   Bantengan berasal dari frasa "Be-Banten", di mana "be" berarti kerukunan dan "banten" mengacu pada tindakan menyembelih.Menurut definisi ini, bantengan dapat disamakan dengan ringan beban karena adanya kerukunan. Dalam setiap kebudayaan terdapat unsur-unsur kebudayaaan yang meliputi: Mata pencaharian, sistem ekonomi, sistem sosial, bahasa, kesenian, pengetahuan, agama, serta alat dan perlengkapan hidup manusia merupakan beberapa unsur dalam kebudayaan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, Bantengan termasuk sebagai bagian dari kebudayaan seni.
   Kesenian Bantengan adalah bentuk seni yang melibatkan banyak orang dalam berbagai kondisi dan situasi.Berdasarkan arti hewan bantengan, yang hidup berkelompok (koloni), budaya Bantengan mendorong masyarakat untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal melalui kebersamaan, gotong royong, dan rasa persatuan yang kuat.
  Seni Bantengan tradisional menggabungkan berbagai elemen Seperti pertunjukan tari, seni bela diri, musik, dan syair (mantra) yang penuh makna dan memiliki unsur magis. Para pemain Bantengan meyakini bahwa pertunjukan akan menjadi lebih menarik hingga mencapai tahap trance ( kehilangan Kesadaran), di mana pemain berubah menjadi arwah leluhur (Dhanyangan) Bantengan. Setiap kelompok Bantengan umumnya memiliki dua jenis bantengan, yaitu bantengan jantan dan betina, yang berpasangan.
Sejarah Bantengan
   Berbeda dengan kawasan lain di Nusantara, kesenian tradisional menjadi salah satu ciri khas yang menonjol di wilayah ini, termasuk seni Bantengan. Meskipun belum ada penelitian ilmiah yang mengungkap asal-usul seni tari Bantengan, kesenian ini, yang berasal dari pengetahuan lokal, hanya ditemukan di beberapa daerah di Malang Raya, seperti Poncokusumo, Tumpang, dan Kota Batu. Selain itu, kota-kota sekitarnya seperti Kediri, Probolinggo, Surabaya, dan Pasuruan juga memiliki tradisi Bantengan, meskipun setiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda.