Mohon tunggu...
Vailla Nayya Zahra Marisa
Vailla Nayya Zahra Marisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Be Hapyy

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Nilai Nilai Pendidikan dalam Tradisi Bantengan

19 Januari 2025   11:17 Diperbarui: 19 Januari 2025   11:17 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang Kesenian Bantengan

Indonesia dengan keberagaman suku dan budaya memiliki kebudayaan yang meliputi pengetahuan, tradisi, dan kebiasaan masyarakat. Salah satu tradisi yang tetap bertahan hingga saat ini adalah Seni Bantengan, yang berasal dari Malang dan Mojokerto, Jawa Timur. Kesenian ini sudah ada sejak masa penjajahan Belanda dan terus berkembang di berbagai kecamatan, termasuk di Dusun Banong, Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto. 

Bantengan menggabungkan musik gamelan, seni silat, dan unsur kesurupan untuk menceritakan perjuangan masa penjajahan. Pemain yang mengenakan kostum macanan (berwarna kuning oranye) dengan mata tertutup, bergerak mengikuti irama gamelan dan silat. Pertunjukan ini sering dilakukan dalam acara seperti perayaan kemerdekaan, Suran, dan selamatan desa.

Seni Bantengan memiliki dua fungsi utama: eksternal, sebagai bagian dari budaya lokal yang disajikan untuk masyarakat, dan internal, yang berkaitan dengan tujuan dan proses yang dilalui oleh kelompok yang terlibat. Meskipun menghadapi tantangan, seperti keterbatasan dana, Bantengan tetap berkembang berkat antusiasme masyarakat dan partisipasi generasi muda. Kesenian ini tetap menjaga warisan budaya sambil beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Asal Mula Kesenian Bantengan

      Bantengan berasal dari frasa "Be-Banten", di mana "be" berarti kerukunan dan "banten" mengacu pada tindakan menyembelih.Menurut definisi ini, bantengan dapat disamakan dengan ringan beban karena adanya kerukunan. Dalam setiap kebudayaan terdapat unsur-unsur kebudayaaan yang meliputi: Mata pencaharian, sistem ekonomi, sistem sosial, bahasa, kesenian, pengetahuan, agama, serta alat dan perlengkapan hidup manusia merupakan beberapa unsur dalam kebudayaan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, Bantengan termasuk sebagai bagian dari kebudayaan seni.

     Kesenian Bantengan adalah bentuk seni yang melibatkan banyak orang dalam berbagai kondisi dan situasi.Berdasarkan arti hewan bantengan, yang hidup berkelompok (koloni), budaya Bantengan mendorong masyarakat untuk mengembangkan potensi mereka secara maksimal melalui kebersamaan, gotong royong, dan rasa persatuan yang kuat.

   Seni Bantengan tradisional menggabungkan berbagai elemen Seperti pertunjukan tari, seni bela diri, musik, dan syair (mantra) yang penuh makna dan memiliki unsur magis. Para pemain Bantengan meyakini bahwa pertunjukan akan menjadi lebih menarik hingga mencapai tahap trance ( kehilangan Kesadaran), di mana pemain berubah menjadi arwah leluhur (Dhanyangan) Bantengan. Setiap kelompok Bantengan umumnya memiliki dua jenis bantengan, yaitu bantengan jantan dan betina, yang berpasangan.

Sejarah Bantengan

      Berbeda dengan kawasan lain di Nusantara, kesenian tradisional menjadi salah satu ciri khas yang menonjol di wilayah ini, termasuk seni Bantengan. Meskipun belum ada penelitian ilmiah yang mengungkap asal-usul seni tari Bantengan, kesenian ini, yang berasal dari pengetahuan lokal, hanya ditemukan di beberapa daerah di Malang Raya, seperti Poncokusumo, Tumpang, dan Kota Batu. Selain itu, kota-kota sekitarnya seperti Kediri, Probolinggo, Surabaya, dan Pasuruan juga memiliki tradisi Bantengan, meskipun setiap daerah memiliki ciri khas yang berbeda.

Acara Rangkaian Kesenian Bantengan

     Setiap acara dalam bantengan mempunyai ritual yang harus dijalani guna menyediakan makanan dan minuman agar acara tersebut diberkahi Allah SWT. Bantengan memiliki keterkaitan dengan pihak ketiga, oleh karena itu dalam proses permulaan, mereka memunculkan mantra untuk diikuti oleh pihak ketiga. Setelah pembacaan mantra dan doa, pertunjukan dilanjutkan dengan silat, diikuti oleh penampilan banteng, macan, dan monyet sebagai ilustrasi, yang didukung oleh ketiganya. Leluhur dihormati, dan pada akhir pertunjukan, pihak ketiga juga dihadirkan untuk menutup acara. Para pendekar kemudian mengucapkan terima kasih dan meminta maaf atas segala kesalahan kepada penonton sebelum kembali ke tempat mereka.

1.Ritual Pembukaan 

Pembukaan Alat yang paling penting dalam upacara pembuatan bantengan tak lepas adalah bebauan kemenyan atau disebut juga dupa. Sesajian wajib disediakan pada saat acara pembukaan ini, namun tidak dimaksudkan untuk membantu masyarakat memahami bagaimana pertunjukan dapat dilakukan dengan menggunakan sesajian daun. Hal ini tergantung pada tingkat kepercayaan masing-masing pendekar. Mantra atau bahkan doa dalam bantengan mempunyai makna khusus bagi penganut agama tertentu. Bagi mereka yang menganut Islam, mantra yang digunakan dalam ritual biasanya berbahasa Arab, sementara bagi yang mengamalkan kejawen, mantra yang digunakan menggunakan bahasa Jawa, seperti "karena Allah menghendaki acara ini berjalan lancar dan tanpa insiden." Sesepuh dan leluhur dianggap sebagai tempat yang dihormati untuk melakukan ritual pembukaan yang disebut "pepundhen". Sebagai contoh, jika seseorang mendirikan desa, ia dianggap sebagai leluhur atau sesepuh. Ritual pembukaan atau pamitan dilakukan di lokasi tersebut untuk menjalankan upacara yang dimaksud.

2.Pertunjukan inti

 Mekipun demikian,musik gamelan, jidor, dan ketipung harus dinikmati sepanjang acara inti pun tetap bunyi. Bantengan berbeda dengan reog Ponorogo, yang memiliki alur dramatis yang terungkap dengan cepat. Namun bantengan murni atraksi tidak mempunyai alur cerita. Kita dapat mengidentifikasi binatang lain, seperti monyet dan macan, di pertunjukan banteng kadang-kadang. Binatang-binatang tersebut mempunyai Makna tersendiri, misalnya banteng yang mengedepankan kebijaksanaan rakyat, macan yang mengedepankan murka angkara, dan monyet yang mengedepankan iri dengki. Umumnya monyet pemancingan dan mengadu domba antara macan dan banteng merupakan satu-satunya daya tarik dalam pertunjukan banteng. Hasilnya, banteng dan macanpun tetap utuh hingga akhir proses migrasi dengan gerakan macam-macam sesuai dengan istiadat adat bantengan di masing-masing wilayah. Bantengan memerlukan jenis hiasan sebagai berikut:

A. Tanduk, meliputi banteng, sapi, kerbau, dan jenis lainnya.

C. Kepala banteng.

3. Pertunjukan Penutupan
   Setelah keputusan untuk mengikuti bantengan, acara terakhir adalah penutupan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengkaji makhluk halus tersebut di atas. Menurut umat Islam, ada dua cara untuk memberikan evaluasi dan semangat kepada pemain Bantengan. Jika menurut Islam, doa bisa dibaca tiga kali sehari, tiga kali seminggu, dan tiga kali pada telinga Bantengan, maka pemain akan kembali seperti semula. Sementara itu, dalam tradisi Jawa, cukup membacakan aksara Jawa dari belakang terlebih dahulu. Tujuan dari acara penutupan ini adalah untuk memberi dukungan dan pemulihan bagi para pemain dan untuk menghormati kedatangan yang sedang diundang  untuk menunjukkan dukungan jika ada masalah bagi mereka yang melepaskan atau menggusur bantengan. Untuk menghindari kerasukan, tulislah saran. Setelah itu, lanjutkan kepada Tuhan agar keselamatan dapat diberikan.

Kesimpulan dari Kesenian Bantengan

  1. Pandangan masyarakat terhadap kebudayaan Bantengan dipengaruhi oleh berbagai nilai yang terkandung di dalamnya. Saat ini,masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami atau bahkan tidak menyadari nilai-nilai tersebut, karena mereka cenderung menganggapnya hanya sebagai hal yang berhubungan dengan unsur mistis.
  2. Solusi agar nilai keindahan  dari kebudayaan Bantengan tidak hilang adalah dengan melakukan upaya perlindungan budaya yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan oleh seniman dan Tokoh budaya yang memiliki izin dan diberi sanksi, agar perlindungan tersebut dapat berjalan dengan baik. Semua permasalahan terkait kebudayaan ini harus diselesaikan dengan cara yang bijaksana tanpa penolakan. Oleh karena itu, seniman dan budayawan perlu memberikan arahan kepada para pendekar agar mereka dapat lebih memahami kebudayaan Bantengan secara lebih mendalam.

Referensi

SIMBOLIK, K. B. M. K. M. KESENIAN BANTENGAN MOJOKERTO KAJIAN MAKNA SIMBOLIK DAN NILAI MORAL.

Fauziah, Wiedy Putri, and Nur Fitriyah. "EduBasic Journal: Jurnal Pendidikan Dasar." (2020).

Fauziah, W. P., & Fitriyah, N. (2020). EduBasic Journal: Jurnal Pendidikan Dasar.

FAUZIAH, Wiedy Putri; FITRIYAH, Nur. EduBasic Journal: Jurnal Pendidikan Dasar. 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun