Ditutup dengan konklusi reflektif dari Daniel Septian Triantoro yang berpendapat bahwa ruang digital harus menjadi ruang aman dan nyaman bagi siapapun untuk berkreasi.
"Kita harus menciptakan ruang digital yang aman untuk semua, karena luka di dunia digital sama nyatanya dengan luka di dunia nyata." Pungkas Daniel.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan Puisi "Perempuan Berontak dalam Pelukan Malam" dan nonton film "Pulih" yang menceritakan perjalanan penyintas kekerasan seksual, mengungkap realitas pahit yang dialami korban, dan pentingnya dukungan bagi penyintas.
Turut dihadirkan dalam talkshow tersebut pameran karya puisi dari penyintas LBH Apik Jakarta yang menjadi medium untuk menyuarakan perasaan dan pengalaman mereka, dengan harapan dapat menginspirasi pengunjung turut menyuarakan hak korban. Pengunjung juga bisa mengikuti kuis dan mendapatkan hadiah.
YGSI mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bergandengan tangan memperjuangkan hak korban kekerasan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan. Melalui momentum ini, YGSI berharap masyarakat semakin peduli dan berperan aktif dalam menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Semoga kegiatan ini menjadi langkah kecil menuju perubahan besar demi dunia yang lebih setara dan bebas dari kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H