Perkembangan pada era Revolusi Industri 4.0 berkembang sangat cepat dan pesat. Perkembangan ini nampak dalam perkembangan teknologi dan informasi yang ada. Teknologi maupun informasi yang ada sekarang berhubungan erat dengan elektronik dan internet. Kehidupan manusia setiap harinya seakan akan tidak bisa lepas dari yang namanya internet terutama media sosial.
Media sosial menjadi suatu kebutuhan utama manusia dalam kesehariannya. Media sosial tidak hanya dijadikan tempat bagi manusia untuk membagikan cerita atau momen pribadinya melalui internet melainkan di dalam media sosial juga termuat berbagai macam informasi terbaru. Informasi yang termuat juga terdiri dari berbagai macam topik. Mulai dari topik anak-anak, kesehatan, makanan, politik, bahkan isu hukum terkini.
Salah satu isu hukum terkini yang marak terjadi di masyarakat adalah tentang kasus pencemaran nama baik. Menurut data dari Robinopsnal Pusiknas, organisasi di bawah naungan Bareskrim Polri yang bertugas menjadi pusat informasi kriminal dengan cepat, tepat, modern, dan akurat secara online serta terintegrasi, terdapat 162 kasus pencemaran nama baik yang ditindak oleh Polri sejak awal 2022.
Jumlah tersebut termasuk pencemaran nama baik yang terjadi melalui media elektronik. Jika dibandingkan dengan data tahun lalu yang menunjukkan sebanyak 118 kasus pencemaran nama baik, maka telah terjadi peningkatan jumlah kasus pencemaran nama baik sekitar 37 persen.
Pencemaran nama baik bisa dilakukan oleh siapa saja jika seseorang tidak berhati-hati dalam berbicara maupun melakukan sesuatu yang mengindikasikan pencemaran nama baik seseorang. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah kasus pencemaran nama baik melalui media sosial. Hal ini bahkan sudah menjadi hal yang biasa di kalangan masyarakat dikarenakan seringnya kasus tersebut terjadi.
Pencemaran nama baik melalui media sosial dapat terjadi dikarenakan seseorang mengetik atau berbicara melalui video atau membuat tulisan yang membuat citra nama baik orang lain rusak, padahal setiap orang memiliki hak yang sama dalam kepemilikan "nama baik".
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 12 Declaration of Human Rights (DUHAM) "Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya.
Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini." Dari pasal tersebut tertera jelas bahwa kehormatan dan nama baik merupakan sesuatu yang dilindungi oleh HAM, sehingga jika ada seseorang yang berusaha untuk merusak nama baik orang lain maka seseorang tersebut telah merampas hak orang lain dan menyalahi aturan yang ada.
Kemudian pencemaran nama baik juga diatur dalam KUHP Bab XVI tentang penghinaan. Menurut Pasal 310 KUHP, pencemaran nama baik adalah perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang dimaksudkan agar hal itu diketahui umum.
Ancaman pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik bermacam-macam, mulai dari pidana penjara selama satu bulan hingga maksimal empat tahun. Di dalam KUHP juga termuat setidaknya 8 (enam) kategori tindak pidana pencemaran nama baik diantaranya adalah sebagai berikut :
- Penistaan (Pasal 310 ayat 1 KUHP)
- Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat 2 KUHP)
- Fitnah (Pasal 311 KUHP)
- Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)
- Penghinaan terhadap pejabat negara (Pasal 316 KUHP)
- Pengaduan fitnah kepada penguasa (Pasal 317 KUHP)
- Menimbulkan persangkaan palsu (Pasal 318 KUHP)
- Pencemaran terhadap orang yang sudah mati (Pasal 320 KUHP)
Selain itu pengaturan tentang pencemaran nama baik secara lebih rinci dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang kemudian disebut sebagai UU ITE.
Pencemaran nama baik diatur pada Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Di dalam UU ITE, pelaku pencemaran nama baik dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Kemudian jika pencemaran nama baik yang dilakukan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, maka hukuman yang dijatuhkan yaitu pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau dengan paling banyak Rp 12 miliar. Jika dibandingkan dengan KUHP, UU ITE menjatuhkan hukuman yang lebih berat.
Berdasarkan beberapa peraturan di atas, seharusnya masyarakat lebih memahami aturan-aturan tersebut agar kelak tidak melakukan pencemaran atas nama baik seseorang. Di zaman yang serba teknologi ini segala sesuatu dapat menyebar secara cepat terutama jika terjadi di media sosial.
Apabila seseorang tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu dan hal tersebut menyinggung tentang nama baik seseorang, maka orang tersebut dapat dilaporkan atas dasar pencemaran nama baik dan dapat dipidana. Maka dari itu diperlukan pemahaman dan literasi bagi masyarakat dalam memahami peraturan-peraturan yang ada.
Referensi :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Asmadi, E. (2021). Pencemaran Nama Baik di Media Sosial, Delik Biasa atau Aduan? DELEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum, 6(4), 16–32. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/delegalata
Pusiknas Bareskrim Polri. (2021). Kasus Pencemaran Nama Baik Meningkat. https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/kasus_pencemaran_nama_baik_meningkat#:~:text=Sejak awal 2022%2C Polri menindak,1 sampai 19 Januari 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H