Mohon tunggu...
Zahra Az Zahra
Zahra Az Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - zjrngn

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gambang Rancag

17 September 2021   23:10 Diperbarui: 17 September 2021   23:13 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambang Rancag (Sumber Foto: encyclopedia.jakarta.tourism.go.id)

Setiap kelompok masyarakat di Indonesia tentu saja memiliki kebudayaan dan tradisi sesuai dengan ciri khas masyarakat setempat. Betawi merupakan salah satu suku bangsa yang berada di Indonesia, umumnya penduduk betawi bertempat tinggal di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Suku Betawi memiliki banyak kesenian dan kebudayaan yang beragam seperti: tarian, musik, teater, seni pertunjukan, teater, dan lain sebagainya.

Beragam Khasanah yang dimiliki Betawi tentu saja tidak ketinggalan dari Sastra Betawi. Beberapa sumber terkait menyatakan bahwa sastra Betawi sudah lama mendapat perhatian sejumlah ilmuwan mancanegara. 

Salah satu buktinya adalah dengan terbitnya berbagai telaah tentang sastra Betawi masa lalu, yang naskah-naskahnya tersebar di berbagai perpustakaan perguruan tinggi di negara-negara maju, termasuk di Leningrad, Rusia.

Tidak banyak juga yang mengetahui mengenai sastra lisan Betawi. Menurut sejarawan Betawi, Bang Yahya Andi Saputra, sastra Betawi terdiri dari sastra lisan dan tulisan. 

Sastra lisan Betawi sudah dikenal sejak masyarakat Betawi mengenal seni budaya. Sastra lisan Betawi memiliki beragam jenisnya, seperti: Jampe Betawi, Gambang Rancag, Palang Pintu, dan Ngebuleng. Salah satu sastra lisan yang jarang diketahui masyarakat umum adalah Gambang Rancag.

Gambang Rancag adalah pagelaran yang dilakukan oleh dua orang atau lebih juru rancag yang menceritakan dengan atau dinyanyikan, diiringi orkes Gambang Keromong. 

Seiring perkembangannya Gambang Rancag hadir untuk memeriahkan pesta-pesta terutama dalam lingkungan terbatas, Biasanya dipentaskan tanpa panggung, tempat pementasan letaknya sejajar dengan penonton yang berada disekelilingnya.

Biasanya rombongan Gambang Rancag membawakan mengenai peristiwa yang mengesankan bagi warga kota, seperti "Si Pitung", "Angkri", "Delep" dan lain-lain. Sering pula disajikan sketsa kehidupan atau gambaran sesuatu kehidupan, seperti rancangan "Randa Bujang". 

Pada tahun dua puluhan juru Rancag yang terkenal antara lain Jian, seorang tuna netra yang memiliki suara "serak-serak basah", kata orang Betawi. 

Apabila dia sedang berpantun menceritakan hal ikhwal "Si Pitung", misalnya, atau tentang "Keramat Karem" atau kisah-kisah lain dengan iringan lagu "Persi", para penonton seakan-akan menahan nafas karena khawatir ada kata-kata yang luput dari pendengarannya.


Hingga saat ini pantun-pantun yang dibawakan rombongan-rombongan Gambang Rancag disusun secara improvisasi, tanpa cerita rombongan tertentu. Hal itu karena rombongan akan menyesuaikan dengan tempat dan keadaan waktu pergelaran. Kadang-kadang dipanjang-panjangkan, disertai bumbu-bumbu lelucon, untuk menambah kegembiraan penonton. 

Lebih-lebih kalau malam semakin larut, para perancag berusaha menghilangkan kantuk penonton dengan lawakan-lawakan tanpa direncanakan terlebih dahilu, mimik dan artikulasi memberikan tekanan-tekanan pada cerita atau lawakan yang dibawakan.

Tokoh-tokoh gambang Rancag dewasa ini antara lain Samad Modo dengan Jali alias Jalut dan Ma'in sebagai lawan mainnya, di Pekayon, Entong Dale dengan Bedeh di Cijantung, Jakarta Timur: dan Amsar bersama Ali dan Minggu di Bendungan Jago, Jakarta Pusat. Samad Modo, Amsar dan Rame Reyot telah mendapat penghargaan Gubernur KDKI Jakarta, sebagai seniman tua yang bertahan salama tiga jaman. 

Pada zaman dulu, penyebaran Gambang Rancag sama luasnya dengan penyebaran Gambang Kromong, karena masing-masing rombongan gambang kromong dilengkapi pula dengan juru Rancag. Namun saat ini sudah tidak banyak lagi seniman Gambang Kromong yang pandai merancag.

Gambang Rancag saat ini mulai jarang ditemukan, jika ada pesta-pesta saja yang memanggilnya Gambang Rancag akan dapat disaksikan oleh generasi millennial saat ini. 

Nyatanya kebudayaan ini seharusnya dilestarikan dengan seksama oleh generasi muda zaman sekarang. Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, agar tidak ada pengakuan kebudayaan oleh kelompok lain atau negara lain yang beberapa waktu ini menjadi sorotan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun