"Kring...kring...kring..", bunyi alarm memecahkan keheningan pagi buta di kamarku ini.
 Ku sibakan selimutku, lalu kubergegas mengambil wudhu untuk sholat tahajud. Setelah berdoa kubaringkan kembali tubuhku ke atas tempat tidur untuk menunggu adzan subuh. Kutatap langit kamar ku yang di penuhi bintang, seketika mengingatkan ku akan perjalanan hidupku ini.Â
 Aku lahir 2 Minggu sebelum peristiwa besar yang merenggut beribu nyawa manusia di Aceh, 'Yap' lebih tepatnya aku lahir tanggal 10 Desember 2004 di Bandung, orang tuaku memberiku nama lyly athayia Putri nama yang sangat indah bukan... Namun ternyata bukan orang tuaku saja yang menggunakan nama cantik itu, orang orang selalu tertukar saat memanggilku. Aku anak kedua dan perempuan satu-satunya di keluargaku setelah ibuku pastinya, orang orang pasti berfikir aku manja, dan memang benar adanya tapi aku hanya manja pada kedua orang tuaku, Karena aku harus menjadi adik yang sabar dari 'mas' ku yang cuek itu dan harus menjadi kakak yang baik untuk adikku itu.
 Aku pindah ke tempat ku yang sekarang yaitu Bogor tepatnya di daerah puncak, perumahan dengan jalan yang sedikit menanjak dan sulit untuk dihafal. Disini aku mengikuti taman kanak kanak yang berjarak 20 langkah dari rumah. Dan disitu juga aku mendapatkan teman baru sekaligus besti sampai saat ini. Namun, bukan di TK tempat kami bertemu, kami bertemu saat mati lampu di malam hari. Kami yang saat itu masih kanak kanak justru menyukai itu dan bermain di luar, siapa sangka kami akan bertemu dan berkenalan dan menjadi sahabat karib sampai saat ini.
 Kami juga masuk sekolah dasar di tempat yang sama dan seangkatan, walaupun aku dan Tia lebih tua dari Desi. Memang benar apa yang dikatakan orang orang, bahwa kami hanya bermain dan keliatan akrab ketika pulang sekolah, karena kita juga ingin mendapatkan teman baru lainnya, tidak hanya bertiga saja dan juga karena aku tidak pernah sekelas dengan mereka berdua. Masa masa sekolah Dasar kami lewati dengan damai dan suka cita apalagi kita sekolah di antar jemput dengan mobil jemputan, namun hanya aku yang perginya diantar ayahku. Kita biasa memanggilnya 'om', setiap kali mendengar panggilan itu, mengingatkan ku akan ke absurdan kita.
 "Om..om..om.. mau liat jempol om." Seru kami bertiga kepada om yang setia mengajak kami bermain sambil menunggu yang lain.
 "Nih.." jawab om sambil menunjukan jempolnya.
 "Hahah...hahah..."entah apa yang lucu, namun kita sangat bahagia saat itu menertawakan jempol om, mungkin jempol om yang sangat besar dibandingkan jempol kita.
 Om hanya tersenyum, dia sangat mengerti pemikiran kita saat itu yang masih kanak-kanak jadi om tentu tidak marah, malahan om sempai keterusan membuat kami tertawa bahagia.
 Namun ada satu anak perempuan yang seangkatan dan satu jemputan dengan kami bahkan satu kelas terus dengan ku, namun sulit sekali untuk akrab dengan dia dan teman yang lain pun sama. Karena bagi kami dia memiliki kutu yang banyak jadi pemikiran kami hanya tidak mau ketularan, namun tetap saja kami juga kadang menyapa, ngobrol bahkan bermain bersama. Masih ku ingat dengan jelas saat ibu dari ana yang menitipkan anaknya untuk berangkat bersamaku.