"Itu kenapa ana nangis?,"om bertanya pada kami bertiga.
 "Gatau om tadi tiba tiba nangis, terus kita tanya cuman geleng geleng aja," imbuh Desi mewakili kita bertiga.
 "Oh yaudah masuk aja kita pulang sekarang, mungkin lagi sensi ananya," ucap om. Kami pun masuk ke mobil dan pulang ke rumah.
 Hari hari pun kami lewati seperti biasa, hingga saatku bermain dengan teman teman di koridor kelas, salah satu temanku memberi tahuku bahwa aku dipanggil ke kantor guru, jelas aku tidak mempercayainya karena aku merasa tidak punya masalah dan juga menganggap ucapan temanku ini hanya bercanda, kulanjutkan bermain tanpa menghiraukan bahwa ucapan temanku serius dan benar adanya, hingga satu guru menghampiri kami yang sedang bermain dan menyuruhku untuk ikut ke ruang guru. Kutatap suasana ruang guru yang terasa begitu merinding apalagi atensi semua guru tertuju padaku, aku mencoba tenang tetapi saat hendak duduk di sofa kulihat Desi yang sedang ditenangkan dengan raut yang tampak keterkejutan dan ketidakterimaan disana, baru saja ku duduki sofa ruang guru, aku sudah diajukan pertanyaan yang tidak pernah terfikirkan sebelumnya.
 "Apa benar Liy kalau Desi selama ini membuly ana dan mempalaknya?,"tanya Bu Nisa, guru disini berani bertanya seperti itu karena semua orang tahu bahwa aku teman dekat Desi. Kutatap terkejut kepada guru guru disini yang menunggu jawabanku.
 "Buly?? Desi tidak pernah membuly ana Bu apalagi mempalaknya, nggak mungkin" jawabku dengan sedikit terbata dan mata yang sudah berkaca kaca karena belum selesai akan keterkejutan ini dan baru kusadari bahwa aku dipanggil ke sini untuk menjadi saksi akan perbuatan DesiÂ
 "Jawab aja yang jujur, gak usah takut" jawab Bu Endah dengan sedikit menuntut dan marah, seperti menanti jawabanku yang lain.
 "Katanya Desi buly ana di jemputan" tambah Bu Endah. Tidak dipungkiri bahwa Bu Endah pasti ada di pihak ana, karena aku dan sahabatku sering melihat ibunya ana keluar masuk rumah Bu Endah sambil menenteng sesuatu.
 "Nggak Bu, Desi gak pernah buly dan palak ana" jawabku dengan tegas dan penuh keyakinan.
 "Iya, udah jangan dipikirin ini mungkin hanya salah paham, udah jangan pada nangis, kalian kembali ke kelas aja" titah Bu Nisa sambil menguatkan kami dengan mengusap bahu kami.
 Aku dan Desi keluar sambil di rangkul dan diusap bahunya oleh Bu Gina, salah satu guru tadi yang hanya menyimak obrolan tadi, dia juga salah guru yang tidak percaya dengan kasus ini, sepanjang koridor dia terus menguatkan kami dan setelah sampai di depan kelasku, dia bertanya kepada kami,