Pastinya setiap negara membutuhkan dana yang banyak untuk perkembangan negara tersebut. Namun, Indonesia kekurangan biaya di dalam negeri dan melakukan utang. Utang negara mengacu pada jumlah atau nilai aset yang dipinjam oleh pemerintah suatu negara dari berbagai sumber, seperti lembaga keuangan internasional, lembaga pemerintah lain, dan sektor swasta. Utang pemerintah sering digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang melebihi pajak dan pendapatan lainnya.
Utang pemerintah dapat berupa pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Beberapa bentuk umum hutang negara adalah obligasi, pinjaman dari lembaga keuangan internasional, pinjaman bilateral, hutang komersial, pinjaman dalam negeri.Â
Menurut Bank Indonesia, Utang Luar Negeri (ULN) digunakan untuk membiayai belanja prioritas dan sektor manufaktur, terutama untuk menopang pemulihan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global. Berdasarkan laman situs Bank Indonesia, pada akhir Mei 2023 Utang Luar Negeri (ULN) indonesia sebanyak 398,3 miliar dolar AS. Salah satu sumber utang tersebut tidaklah sedikit dan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia.Â
Setiap masyarakat Indonesia pasti ingin memiliki kehidupan yang sejahtera. Dikutip dari laman uinjambi.ac.id kesejahteraan merupakan sebuah tata kehidupan sosial, material, maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman diri. Kesejahteraan berarti setiap warga negara dapat berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan material, spiritual, dan sosial dirinya, keluarganya, serta masyarakat. Namun, nyatanya tidak semua masyarakat Indonesia memiliki hidup yang sejahtera. Bahkan angka kemiskinan di Indonesia sebanyak 9,36 persen.
Tingginya utang yang dimiliki, apakah negara mampu untuk menanggulangi kesejahteraan? Menurut penulis, tingginya utang negara tidak dapat menanggulangi kesejahteraan, berikut beberapa argumen penulis:
Biaya pembayaran utang:
Tingginya utang suatu negara, pemerintah mungkin mengalami kesulitan membayar bunga dan pokok utang. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan dan memaksa pemerintah untuk memotong anggaran di berbagai bidang utama, termasuk perlindungan sosial.
Pembatasan pengeluaran:
Tingkat utang yang tinggi dapat memaksa pemerintah untuk mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk pembayaran utang, yang berarti sumber daya yang ditujukan untuk pembangunan sosial, infrastruktur, dan program perlindungan sosial akan berkurang bahkan hilang.
Investasi pembangunan rendah:
Manajemen utang yang buruk dapat menghambat investasi dalam pertumbuhan jangka panjang. Investor mungkin meragukan stabilitas ekonomi negara dan kemampuan pemerintah untuk membayar utangnya sehingga akan sedikit investor yang ingin menginvestasikan uangnya ke negara tersebut.
Mengurangi rencana kesehatan:
Pemerintah mungkin terpaksa menghentikan perlindungan sosial, perawatan kesehatan, pendidikan dan program perlindungan sosial lainnya untuk mengatasi beban utang. Hal ini secara langsung dapat mempengaruhi kualitas hidup masyarakat, terutama mereka yang berada dalam situasi rentan.
Inflasi dan devaluasi mata uang:
Jika pemerintah mencetak uang untuk melunasi utang, maka dapat menyebabkan inflasi yang tinggi. Selain itu, utang yang tinggi dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap mata uang negara sehingga menyebabkan nilai tukar turun.
Ketergantungan pada lembaga keuangan internasional:
Jika suatu negara sangat berhutang, pemerintah mungkin terpaksa mencari bantuan dari lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menyelesaikan masalah keuangannya. Namun bantuan ini seringkali datang dengan kondisi yang memaksa pemerintah untuk menerapkan kebijakan penghematan dan reformasi struktural yang dapat mempengaruhi kesejahteraan rakyat.