Keadilan gender merupakan topik yang sering dibahas dan dikampanye oleh para remaja dan aktivis feminisme lewat sosial media. Mengapa demikian? Karena tingkat kesadaran terkait keadilan gender saat ini cenderung meningkat. Para remaja dan aktivis feminisme gencar meng-influence agar pemahaman budaya patriarki yang sudah mendarah daging di Indonesia bisa pelahan hilang dan digantikan oleh pemahaman bahwa keadilan gender itu penting.
Di lingkup keluarga saja, bisa dilihat bahwa budaya patriarki masih diterapkan. Dalam pembagian tugas, pihak perempuan selalu melakukan tugas domestic sedangkan laki-laki mendapatkan bagian tugas diluar rumah yaitu mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Padahal bisa kita ketahui bahwa tugas domestic yang dilakukan perempuan sangatlah banyak dan rumit, seperti mengurus anak, mengurus rumah, dan mengurus suami. Akibat banyaknya kewajiban yang dianggap harus dilakukan perempuan inilah membuat perempuan tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan untuk menjadi perempuan karir yang bekerja diluar rumah layaknya laki-laki.
Dalam mengambil keputusan keluarga juga bisa dilihat bahwa kekuasaan penuh untuk mengambil keputusan berada ditangan laki-laki. Perempuan jarang dilibatkan karena dianggap labil dan tidak memiliki sikap tegas seperti laki-laki. Padahal banyak juga perempuan yang memiliki sikap tegas bukan hanya laki-laki. Perempuan juga bisa bersikap professional dalam bertindak bukan hanya laki-laki.Â
Di sebuah keluarga, perempuan hanya diposisikan sebagai aktor pendukung yang mendukung dan membantu tugas aktor utama yaitu laki-laki. Perempuan juga banyak sekali dianggap tidak boleh memiliki tingkat pendidikan yang melebihi laki-laki karena hal itu membuat banyak laki-laki insecure dan karena insecure maka tidak ada laki-laki yang mau menikahinya. Sehingga banyak orang tua yang melarang anak-anak perempuannya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan karir sebaik-baiknya karena takut tidak ada laki-laki yang mau menikahi anaknya. Padahal perempuan akan menjadi ibu dari anak-anaknya dan menjadi madrasah pertama untuk anak-anaknya. Bila tidak memiliki pendidikan yang cukup dan mumpuni bagaimana seorang ibu bisa mengajarkan anak-anaknya.
Kekerasan rumah tangga juga banyak terjadi akibat menomor duakan peran perempuan dalam keluarga. Laki-laki yang dianggap oleh masyarakat adalah sosok yang gagah, perkasa, dan rasional membuat laki-laki sendiri seakan mewajarkan tindakan kekerasan yang ia lakukan terhadap perempuan.
Bila budaya patriarki selalu dijadikan sandaran untuk berpikir dan berperilaku dalam bermasyarakat bahkan berkeluarga maka setiap individunya akan melahirkan anak-anak yang memiliki budaya patriarki dalam dirinya. Dan nantinya bila anak ini tumbuh dewasa, ia memperlakukan orang lain dan keluarganya sendiri dengan budaya patriarki. Dan terus melahirkan generasi yang tidak paham akan pentingnya keadilan gender.
Solusi yang tepat adalah dengan cara merombak pemikiran kita saat ini dan menghilangkan stigma patriarki yang ada di dalam masyarakat. Menanamkan selalu dalam pikiran sendiri dan menanamkan pemikiran kesetaraan gender pada orang di sekitar kita agar bisa mengakhiri generasi patriarki yang mendarah daging semenjak dahulu. Bila bukan kita yang memulai, siapa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H