Mohon tunggu...
Zahra Vee
Zahra Vee Mohon Tunggu... -

Nasib kita ialah akibat, tidak semata menunjuk pada takdir. Karena kita adalah sebab. Blog pribadi: bilikzahra.WordPress.com zahra2508.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nafi'ah

1 Januari 2017   08:46 Diperbarui: 1 Januari 2017   09:37 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NAFI'AH

Nafi'ah terus berlari, mengabaikan deras keringat yang menghujani badan. Ia hanya tahu, langit sedang bermurah hati. Semoga hujan akan segera datang, doanya. 

Sesekali bocah sepuluh tahun itu mendongak  ke arah langit yang pekat, seolah melihat sesuatu. Tersenyum. Setetes butiran bening membelah pipi, buru-buru ia seka. 

Sejenak menghentikan langkah. Aku harus kuat, gumam Nafi'ah. Tiba-tiba bayangan ayah ibunya memenuhi seluruh pandangan. Andai Tsunami tidak merenggut keluarganya, tentu saat ini ia bisa sekolah. Tidak harus menjadi penjaja payung atau pengemis. Mungkin akan jauh lebih baik ketika dulu ia harus ikut mati bersama keluarga. 

Nafi'ah menyeka sisa basah di kedua matanya. Kembali berlari.

Malam nanti adalah pergantian tahun. Jika hujan, maka akan cukup banyak rupiah yang bisa ia bawa pulang. Bibi Anna tidak perlu menyambutnya dengan hadiah rotan jika ia membawa uang. Dengan sisa-sisa tenaga, Nafi'ah memompa semangatnya untuk terus berlari. 

Tuhan benar-benar sedang bermurah hati. Sesampai Nafi'ah di halaman mall besar pinggiran kota, hujan menumpah dengan derasnya. Segera dibuka kancing payung lusuh miliknya, dan mulai menjajakan. 

Siang berganti petang. Hingga hari sempurna malam. Nafi'ah mulai kedinginan. Perutnya juga sudah kelaparan. Sepotong roti yang ia selipkan di saku celana, sudah sangat dingin dan agak mengeras. Dilahapnya untuk mengganjal. 

Tepat pukul sembilan malam, senyum Nafi'ah mengembang menghitung lembaran-lembaran rupiah di dalam bungkus plastik miliknya. Ia yakin, malam ini tidak ada pukulan rotan lagi. Nafi'ah pun memutuskan untuk segera pulang. 

Hujan sudah mulai reda. Suara-suara klakson memenuhi sudut-sudut jalanan kota. Diikuti bunyi terompet mengudara. Nafi'ah menghela napas. Ia sudah lupa, kapan terakhir merayakan malam tahun baru bersama keluarga. 

Hampir pukul 12 malam. Di sebuah gang kecil yang remang. Nafi'ah menghentikan langkah. Menggenggam bungkusan uangnya rapat-rapat. Di bawah tiang lampu, sekelompok pemuda sedang pesta minum di sana. Nafi'ah tak punya pilihan lain, selain melewati mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun