Mohon tunggu...
Zahra Vee
Zahra Vee Mohon Tunggu... -

Nasib kita ialah akibat, tidak semata menunjuk pada takdir. Karena kita adalah sebab. Blog pribadi: bilikzahra.WordPress.com zahra2508.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah dalam Hujan

6 Maret 2016   21:23 Diperbarui: 7 Maret 2016   01:15 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awan itu tiba-tiba pecah, lalu menumpahlah segala isi yang ada di dalamnya. Bocah-bocah yang sedari tadi tertawa-tawa bermain di halaman rumah kosong bercat buram itu... berlarian—berhambur ke bawah pohon beringin tua. Wajah mereka merah, kepala-kepala mereka basah. Napas naik turun, tanpa alas kaki pelindung.

"Hujan?" tanyaku.

"Iya!" jawabnya menaikkan pandangan kedua matanya ke atas langit.

Satu persatu bocah-bocah itu, kembali berlarian. Ada yang ke arah selatan, utara, timur, bahkan melewati kami yang sedang berdiri di bawah hujan tanpa payung. Aku merasakan tubuhku telah basah, begitu pun dia. Ketika sempat kualihkan pandanganku padanya. Rambut sebahu miliknya sudah penuh dengan air, kaos berwarna hitam bertulis 'The Beatles' itu pun telah kuyup. 

Di depan mata kami telah sepi. Tak ada bocah-bocah yang terdengar tertawa, atau sekedar bisik-bisik mereka yang selalu menggoda kami. Benar-benar sepi. Hanya suara jatuhnya air hujan yang terus jatuh menembus ubun-ubun kami—berisik. 

Aku selalu menyukai saat seperti ini, begitu pun dia. Aku tahu dia penggemar hujan, ketika suatu ketika aku melihat dirinya tertidur tanpa merasa dingin di bawah hujan. Matanya terpejam, namun bibirnya masih bergetar, dan suara yang hampir hilang itu berusaha mengeja kalimat untuk kudengar. 

"Temui aku dalam hujan, aku akan datang," bisiknya.

Hingga akhirnya suara itu benar-benar tak bisa lagi aku dengar.

Kakiku mulai lemas, kedua tanganku mengepal kedinginan. Hujan tak sederas tadi, namun rintiknya masih menyisakan sisa-sisa kelelahan hujan di atas kepala. Aku sudah basah, begitu pun dia. Celana jeans biru sobek-sobeknya... telah terkulum air. Dan sepatu warna merah favoritnya pun terendam sudah. 

Aku menatapnya lekat-lekat. Dia membalas dengan senyuman. 

"Boleh sekali lagi aku bersamamu?" Bibirku kian bergetar, hujan telah menguasai seluruh sendi-sendi tubuhku.

Dia mengangguk pasti. Sebelum aku tak melihatnya lagi setelah hujan berhenti. Hujan telah membawanya kembali. 

 

Jember, 6 September 2015

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun