Mohon tunggu...
Latifatus Zahro
Latifatus Zahro Mohon Tunggu... -

Belajar untuk menceritakan apa yang masih terlihat, terdengar dan apa yang dirasa!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Cerita di Balik Kabut, Kenapa Tidak?

8 Oktober 2015   19:44 Diperbarui: 8 Oktober 2015   20:00 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seseorang yang melakukan perjalanan, mengharapkan tujuannya tercapai. Begitupun jika saya berkeinginan untuk ke Bromo, saya berharap bisa melihat keindahan sunrise di penanjakan, menikmati keindahan bromo dari penanjakan, menikmati padang teletubis, pasir berbisik, kawah bromo, dan keindahan lain yang ditawarkan di Bromo.

Tapi bisa jadi harapan tinggal harapan. Karena waktu itu saya melakukan perjalanan ke Bromo saat musim hujan yang tidak mau berkompromi dengan saya. Jadi jangan menyalahkan siapa-siapa jika saya tidak mendapatkan keinginan-keinginan yang saya tulis di atas.

Saya tidak bisa menikmati keindahan sunrise di penanjakan, dan menikmati pemandangan gunung bromo, semeru, batok saat sunrise datang. Dongkol sudah pasti, mengingat saya memulai perjalanan sendiri dari madiun dengan bus, transit ke jombang dan dilanjutkan ke malang.  Dari malang berangkat pukul 1 malam dan sampai penanjakan pukul 5 pagi.

Sempat berfikir untuk langsung pulang karena view sunrise tidak didapat. Tapi kembali mengingat perjuangan saya dari Madiun dan teman-teman yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengantar dan menemani saya, membuat niat tersebut hilang.

Akhirnya diputuskan juga melihat ke bawah, melewati lautan pasir bromo untuk melihat situasi Bromo waktu itu. Dan Tuhan memberikan kesempatan kepada saya untuk menikmati alamnya. Pukul 9 pagi, kabut mulai terbuka perlahan. Hamparan bukit teletubis yang hijaupun mulai terlihat sedikit demi sedikit. Hal tersebut langsung membuat saya melompat kesana-kemari (*memalukan sekali). Teman-teman saya pun sampai terheran-heran melihat kehebohan yang saya lakukan waktu itu. Secara mereka sudah pernah ke Bromo, dan sudah tahu view tadi, kalau saya kan baru sekali *ngeles.

Setelah disuguhkan keindahan-keindahan tadi, fikiran positif saya baru muncul. Kalau saja saya melakukan perjalanan saat musim kemarau, benar saya bisa menikmati sunrise di penanjakan, tetapi untuk menikmati bukit teletubis diperlukan usaha yang lebih dan lebih. Karena saat musim kemarau pasir di lautan pasir bromo tentu akan sulit dilewati oleh sepeda motor. Tetapi karena waktu itu adalah musim hujan, jadi kami bisa melewati lautan pasir dengan lancar dan bisa menikmati hamparan bukit teletubis tanpa merasakan teriknya panas matahari. *nyadarnya telat

Hikmah dari perjalanan ini adalah pasti ada keindahan dibalik keindahan yang lain. Terima kasih kepada Fajar dan kawan-kawannya yang telah mengantarkan saya untuk melihat Bromo sebagai kado lulus sidang skripsi. Pengorbanan kalian akan selalu saya ingat.

*) Sumber Gambar: Dok. Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun