Konsiliasi wajib, sebagai bagian integral dari "kesepakatan paket" UNCLOS, sangat penting untuk mencapai tujuan dan integritas mekanisme penyelesaian sengketa. Dalam konteks yurisdiksi dan pengaturan kompetensi penyelesaian sengketa, konsiliasi terkait erat dengan arbitrase dan litigasi berdasarkan Pasal 287 UNCLOS. Salah satu ciri khas konsiliasi wajib adalah bahwa rekomendasi dan laporan yang dihasilkannya tidak mengikat secara hukum, yang membedakannya dari arbitrase dan litigasi.
Konsiliasi wajib memiliki keunggulan komparatif dalam hal fleksibilitas prosedural dan pengendalian hasil. Meskipun jumlah kasus yang dirujuk ke Komisi Konsiliasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pengadilan dan pengadilan arbitrase, tidak ada keuntungan signifikan dalam jumlah kasus delimitasi maritim yang dirujuk ke ICJ, ITLOS, dan pengadilan arbitrase Lampiran VII setelah berlakunya UNCLOS. Konsiliasi menikmati fleksibilitas lebih dalam penerapan hukum dan prosedur, serta rekomendasinya tidak terikat secara ketat oleh ruang lingkup permintaan para pihak.
Sementara banyak keputusan dari pengadilan dan majelis arbitrase telah dipatuhi, terdapat kasus-kasus di mana para pihak menolak untuk mengakui putusan tersebut. Sebaliknya, kesepakatan yang dicapai melalui konsiliasi cenderung lebih dipatuhi oleh para pihak. Mengingat bahwa konsiliasi adalah proses yang tidak bermusuhan, metode ini menawarkan keunggulan dalam hal biaya politik dan waktu dibandingkan dengan arbitrase dan litigasi.
Meskipun konsiliasi wajib mungkin dianggap sebagai sisa dari mekanisme penyelesaian sengketa dalam Konvensi, pemahaman dan praktik prosedur ini akan memainkan peran yang semakin penting di masa depan. Dengan fleksibilitas dan efisiensi yang ditawarkannya, konsiliasi wajib dapat menjadi alternatif yang lebih menarik bagi negara-negara yang terlibat dalam sengketa maritim.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H