Mohon tunggu...
zahra nisrina
zahra nisrina Mohon Tunggu... Lainnya - Law Student at Airlangga University

Law Student at Airlangga University

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harun Masiku Mencoreng Demokrasi Indonesia

28 Desember 2024   01:40 Diperbarui: 28 Desember 2024   01:37 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wajah demokrasi Indonesia kembali tercoreng. Kasus korupsi yang melibatkan seorang mantan calon legislator Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Harun Masiku, menggambarkan kebobrokan yang menggerogoti sistem politik dan pemerintahan, yang bahkan telah menjadi bagian dari kebiasaan 'masyarakat' Indonesia.

Bermula dari munculnya dugaan Harun Masiku melakukan penyuapan kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, untuk menjadikannya anggota DPR RI melalui mekanisme antar waktu (PAW). Penyuapan yang dilakukan oleh Harun diduga untuk mengamankan namanya dalam daftar caleg PDIP di daerah DKI Jakarta, setelah meninggalkan posisi di parlemen. Dalam kasus ini, tercipta dua isu yang menjadi sorotan, yaitu maraknya politik uang dan hancurnya pengawasan terhadap proses demokrasi Indonesia.

Kerusakan Sistem Pemilu Oleh Korupsi

Sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi dalam dunia politik berakar dari adanya nafsu akan mempertahankan eksistensi dalam berkuasa, tak terkecuali politik Indonesia. Sistem pemilu yang seharusnya menjadi wadah dalam memilih wakil rakyat dengan adil dan transparan, justru sering kali disalahgunakan untuk memperkuat dan mempertahankan kekuasaan pribadi, menghancurkan proses yang seharusnya berdasarkan kehendak rakyat menjadi ajang transaksi kotor di balik layar.

Proses pemilu yang ideal untuk memilih wakil seharusnya bebas tanpa campur tangan dan tekanan dari orang lain. Namun, sengan adanya kasus Harun Masiku, sistemasi pemilu yang adil dan transparan menjadi dipertanyakan. Praktik politik uang yang menghubungkan oknum partai dengan lembaga pemilu dan pengawasan menjadi salah satu wujud dari demokrasi yang lemah.

Lemahnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Selain menggambarkan keserakahan individu, kasus Harun juga memunculkan pertanyaan besar tentang efektivitas sistem pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia. Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bekerja kerass mengusut kasus-kasus korupsi, dalam kasus ini kita melihat adanya celah yang memungkinkan praktik-praktik kotor berlangsung dengan mudah.

Harun Masiku yang sempat menjadi buron setelah penetapan kasus tersangka, menunjukkan bagaimana tindakan korupsi dapat terjadi bahkan di tengah ketatnya pengawasan. Ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus ini mengindikasikan adanya masalah serius dalam koordinasi dan komunikasi antar lembaga penegak hukum di Indonesia. Selain itu, kehadiran tokoh politik besar di balik kasus ini juga menambah kompleksifitas karena berkaitan dengan kepentingan politik yang bisa memengaruhi keputusan hukum.

Dampak Negatif Terhadap Publik

Korupsi yang melibatkan politisi seperti Harun Masiku bukan hanya merusak integritas partai politik, tetapi juga merusak citra lembaga legistlatif dan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap institusi negara. Dalam demokrasi, kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin dan sistem pemerintahan sangat penting. Namun, dengan adanya kasus seperti ini, masyarakat semakin merasa bahwa para pemimpin mereka lebih memikirkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan rakyat.

Lebih jauh lagi, korupsi dalam politik dapat menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin besar. Ketika pengambilan keputusan didasarkan pada suap dan bukan pada kepentingan publik, kebijakan yang dihasilkan akan lebih menguntungkan segelintir individu.

Harapan Transparansi dan Akuntabilitas

Untuk mencegah kasus serupa, sistem pengawasan terhadap partai politik dan legislatif perlu diperkuat. Tidak hanya KPK, tetapi juga lembaga lain seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Informasi harus berkolaborasi dalam memastikan bahwa tidak ada ruang bagi praktik korupsi. Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan adalah memperketat aturan terkait pembiayaan politik, sehingga politisi tidak memiliki insentif untuk melakukan suap.

Selain itu, pemilih juga perlu menjadi lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh janji-janji kosong dari politisi. Pendidikan politik yang lebih baik di masyarakat akan menciptakan pemilih yang lebih cerdas dalam menilai kualitas calon pemimpin dengan lebih objektif dan tidak hanya berlandaskan kepentingan pribadi ataupun materi.

Kasus Harun Masiku adalah cermin dari penyakit kronis yang masih menggerogoti sistem politik Indonesia. Suap menyuap dan praktik korupsi yang melibatkan politisi harus menjadi perhatian serius, bukan hanya bagi lembaga penegak hukum tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Tanpa adanya upaya berasama dalam memperbaiki integritas politik dan meningkatkan akuntabilitas, Indonesia akan terus berjuang sendirian melawan tindakan korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun