Mohon tunggu...
Zahra Wardah
Zahra Wardah Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga yang hobi menulis

Selain menulis dan ngeblog (coretanzahrawardahblogspot.com), Zahra Wardah juga menekuni di dunia Layouter, Youtuber: Cerita Keren. Silakan singgah. Semoga harimu menyenangkan. Aamiin.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kurban untuk Mak

1 Juli 2023   13:27 Diperbarui: 1 Juli 2023   13:28 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gi, kamu enggak pergi main dengan teman-temanmu?" tanya Emak kala aku memijat kakinya di teras rumah.


Pemandangan anak-anak bermain layangan di lapangan terlihat jelas dari teras rumah kami. Sebenarnya kondisi itu sukses menaikkan gairah bermainku sebagai anak usia delapan tahun. Akan tetapi, aku menekan semua hasrat itu.


"Enggak, Mak. Lagi malas."


Aku tak mau Mak sedih saat aku mengeluarkan alasan tak berbaur dengan teman-teman kala itu. Akhir-akhir ini uang saku yang dikasih Mak kusisihkan untuk ditabung. Suatu malam aku mendengar suara tangis Mak dalam doanya, beliau ingin sekali berkurban sebelum ajal menjemput. Hatiku pun terhanyut dalam doanya. Dari situ diam-diam menabung uang sakuku. Aku hanya menjajakan sekedarnya saja. Bahkan, terkadang untuk minum aku rela minum air kran daripada harus beli minuman seperti teman-temanku.
 Jadi, aku tak bisa membeli layangan seperti teman-teman. Lagi pula, aku tak mungkin bisa meminta uang lagi hanya untuk layangan. Sebab, aku paham begitu kerasnya Mak bekerja cuci baju tetangga untuk kehidupan kami, aku dan Mak.


"Maafkan Mak, ya, Gi. Mak belum gajian. Jadi, enggak bisa membelikanku mainan seperti mereka. Kamu enggak mau main karena enggak punya layangan, kan?"


Wajah teduh Mak menghangatkan hati. Selama ditinggal Bapak selamanya, Mak banting tulang mencari nafkah untuk kami. Aku memeluk beliau. Tak terasa air mataku luruh. Tak peduli kata orang lelaki tak boleh menangis. Bagiku tangis ini bukti cintaku kepada Mak.


"Bukan begitu, Mak. Sugi paham, kok. Yang penting Mak sehat, aku sudah senang, kok. Enggak harus main-main dengan teman." Aku berusaha menenangkan Mak sembari menghapus sisa-sisa kesedihan di pipi.


"Terima kasih banyak, Nak. Mak doakan kamu sukses dunia akhirat."


"Aamiin." Tanganku menengadah dengan khusuk.
***


Hari ini, hari kelulusanku. Wajah mereka semringah karena sebentar lagi seragam mereka berganti warna, kecuali aku. Uang yang aku tabung hendak kubelikan kambing untuk Mak. Aku sudah berniat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun