Mohon tunggu...
Moh Zahirul Alim
Moh Zahirul Alim Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati sosial, politik, pendidikan sekaligus pemilik blog www.paradigmabintang.com

Pemerhati sosial, politik, pendidikan sekaligus pemilik blog www.paradigmabintang.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Catatan Akhir Pilpres 2024

21 Februari 2024   16:47 Diperbarui: 24 Februari 2024   09:34 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: CNN Indonesia

Keempat. Dukungan total kekuatan politik Jokowi. faktor yang satu ini barangkali menjadi variabel terpenting dari kemenangan Prabowo-Gibran. Sulit untuk menyangkal fakta bahwa kemenangan Prabowo-Gibran sangat ditentukan oleh faktor Jokowi. Sinyal kuat dukungan Jokowi yang berkali-kali menampakkan dirinya berduaan dengan Prabowo di hadapan publik sebelum hari pencoblosan ditambah dengan kehadiran langsung Jokowi ke kantong-kantong suara PDI-P seperti di Yogyakarta dan Jawa Tengah selama berhari-hari pra Pemilu 2024 dengan membagi-bagi bansos, meninjau perbaikan jalan, berinteraksi dengan Masyarakat yang dikunjungi sungguh-sungguh ampuh menambah suara kemenangan bagi Prabowo-Gibran di satu sisi dan pada waktu bersamaan menggerus suara Ganjar-Mahfud. 

Data menunjukkan bahwa Prabowo-Gibran berhasil mengungguli Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah, Bali, dan Yogyakarta yang pada pemilu sebelumnya diklaim sebagai kendang banteng atau PDI-P.

Kelima. Strategi Kuda Troya Prabowo yang masuk ke pertahanan mantan rival (Jokowi) dan bersekutu dengannya sukses memecah soliditas dukungan di internal PDI-P. Mau bagaimanapun, di Pilpres 2024 PDI-P terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu Ganjar yang didukung Megawati dan kubu Gibran yang didukung Jokowi. 

Hasilnya, berdasarkan data hitung cepat beberapa lembaga survei dan data sementara  hitung riil KPU, suara kubu Gibran menang atas suara kubu Ganjar bahkan di kandang banteng seperti di Solo dan di mayoritas daerah di Jawa Tengah Ganjar kalah  atas Gibran.

Keenam. Tidak lakunya isu pelanggaran etika, politik dinasti, dan kemunduran demokrasi. Pasca keluarnya putusan MK yang membolehkan Gibran maju sebagai cawapres pendamping Prabowo hingga di keseluruhan proses kampanye Pilpres 2024, pihak-pihak seperti pengamat, akademisi, guru besar, mahasiswa, aktivis, pegiat demokrasi selalu mengkritisi pelanggaran etika berat yang terbukti terjadi di MK yang kemudian membuat Anwar Usmanpaman Gibranharus dipecat dari jabatannya sebagai Ketua MK. 

Mereka para insan terdidik juga menyoroti upaya politik dinasti Jokowi dengan memajukan Gibran sebagai cawapres Prabowo. Nyatanya, semua upaya itu tidak efektif memengaruhi pilihan Masyarakat pemegang hak pilih. Jika dijumlahkan suara perolehan suara Anies-Muhaimin dan suara Ganjar-Mahfud totalnya hanya 41 persen suara.  

Jadi langkah kritis para kaum terpelajar yang getol menyuarakan pelanggaran etika di MK, menguliti politik dinasti Jokowi hanya ampuh menarik sekitar 41 persenan suara sehingga harapan adanya salam empat jari di putaran kedua Pilpres 2024 gagal total.

Mengapa suara kritis dari kalangan intelektual tidak berdampak terhadap Pilpres 2024? Jawabannya karena taraf pendidikan masyarakat pemilih di Indonesia mayoritasnya belum atau tidak tamat sekolah, belum tamat SD, lulusan SDSMP. Berdasarkan data dari Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Juni tahun 2022, jumlah warga yang tidak atau belum tamat sekolah sekitar 65.018.451 jiwa, belum tamat SD sekitar 30.685.363 jiwa, tamat SD sekitar 64.446.545 jiwa, tamat SLTP sekitar 40.035.862 jiwa, dan tamat SLTA sekitar 57.533.189 jiwa. Adapun yang tamat D1 dan D2 sekitar 1.126.080 jiwa, tamat D3 sekitar 3.517.178 jiwa, tamat S1 sekitar 12.081.571 jiwa, tamat S2 sekitar 855.757 jiwa, dan tamat S3 sekitar 61.271 jiwa.

Dari data ini, tidak mengherankan jika kemudian Prabowo-Gibran yang mengusung janji melanjutkan pencapaian kinerja Jokowi seperti pembangunan infrastruktur, pemberian bantuan-bantuan sosial berhasil memenangkan pertempuran elektoral meski mereka selalu diserang oleh persoalan pelanggaran etika, moral, hukum, dan cawe-cawe kekuasaan Jokowi. 

Masyarakat pemilih tidak peduli dan bahkan tidak menghiraukan hal tersebut karena mereka memang tidak berada di level para akademisi yang bisa berpikir kritis, dialektis, mengupayakan yang terbaik bagi masa depan demokrasi Indonesia dari sudut pandang akademik. 

Masyarakat pemilih lebih memlih yang praktis, konkret, dan dekat dengan kebutuhan hidup mereka. Bagaimanapun Pilpres 2024 sudah terselenggara, rakyat sudah memberikan suaranya, terlepas dari adanya dugaan kecurangan yang dapat diselesaikan melalui mekanisme di MK, mari menghargai suara rakyat! Vox populi vox dei. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun