Mohon tunggu...
Moh Zahirul Alim
Moh Zahirul Alim Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati sosial, politik, pendidikan sekaligus pemilik blog www.paradigmabintang.com

Pemerhati sosial, politik, pendidikan sekaligus pemilik blog www.paradigmabintang.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pancasila Terapan sebagai Langkah Konkret Pengamalan Ideologi Bangsa

19 Agustus 2021   09:33 Diperbarui: 19 Agustus 2021   09:45 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Garuda Pancasila  (Dok. Kompas.com)

Adapun data menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berdasarkan pemetaan dan verifikasi, jumlah bahasa daerah di Indonesia sebanyak 652 bahasa daerah. Dengan melihat fakta ini, kita dapat mengetahui bahwa Indonesia adalah bangsa dan negara yang sangat beragam.

Keberagaman harus disikapi dengan saling menghargai dan menghormati, berbeda boleh karena perbedaan adalah bagian dari hukum alam bahwa memang segala sesuatu tercipta tidak ada yang sama. 

Karenanya, setajam apa pun perbedaan maka jalan keluarnya adalah sikap respek dan toleran. Kita tidak bisa memaksa orang lain yang berbeda pilihan politik, berbeda pendapat  dan berbeda dalam hal lain harus sama dan mengikuti kita. 

Yang bisa kita lakukan adalah menyadari dengan sebenarnya bahwa perbedaan dengan orang lain adalah adalah hal lazim yang harus diterima dengan saling menghormati dan mendukung. Selain itu, sebagai wujud mau menerima, menghargai dan mendukung kebinekaan bangsa, tidak ada salahnya setiap anak bangsa mempelajari budaya daerah lain. 

Dengan begitu, anak bangsa dapat lebih memperluas zona persaudaraan dengan sesama anak bangsa, serta dapat mengetahui ragam kebudayaan dari daerah atau suku lain. Penulis meyakini, hal ini tentu akan sangat memperkukuh rasa nasionalisme masyarakat sehingga memperkuat rasa memiliki terhadap sesama anak bangsa Indonesia.

Pancasila melalui sila keempat mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan, kebijaksanaan, serta musyawarah mufakat. Ini artinya, apa saja yang menyangkut kepentingan bangsa, berkenaan dengan hajat hidup orang banyak haruslah diputuskan dengan cara musyawarah mufakat melibatkan rakyat, menanyakan langsung aspirasi mereka, mempertimbangkan semua masukan rakyat secara saksama. Adanya perwakilan rakyat yang duduk di lembaga legislatif adalah representasi kedaulatan rakyat. 

Namun, itu saja tidak cukup, pemerintah selaku pemimpin serta pelaksana amanat rakyat harus juga mendengar bagaimana suara akar rumput di lapangan. Jika mayoritas rakyat menghendaki pemerintah tidak perlu mengambil sebuah kebijakan karena dianggap tidak berpihak kepada mereka maka sejatinya pemerintah tidak perlu memaksakan kehendaknya. 

Jangan juga mengambil sebuah keputusan yang berdampak besar terhadap kehidupan sehari-hari rakyat secara kilat, terburu-buru, tidak terbuka, dan terkesan sepihak sehingga ketika sudah menjadi sebuah kebijakan yang harus diikuti rakyat rawan digugat dan dipersoalkan karena dinilai memiliki banyak celah dan kekurangan. 

Pengalaman seperti disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) yang menimbulkan gejolak dan polemik rakyat bahkan ada yang sampai terluka, cedera, dan kehilangan nyawa dalam demonstrasi menolak kebijakan tersebut harus menjadi pelajaran sekaligus refleksi bagi pemerintah sudah sejauh mana mereka arif dalam melaksanakan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat. 

Melakukan konsolidasi politik dengan partai-partai koalisi pendukung pemerintah itu perlu, namun mendengar suara rintihan dan teriakan rakyat juga jauh lebih penting untuk memastikan bahwa pemilik kedaulatan sesungguhnya adalah rakyat itu sendiri. Jangan apa-apa voting karena esensi demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan rakyat.

Pancasila mengamanatkan juga tentang nilai-nilai keadilan sosial, ini berarti siapa pun yang memiliki otoritas, siapa saja yang memiliki wewenang melakukan kerja-kerja berkenaan dengan kepentingan publik, maka membuat keputusan terbaik yang tidak saja menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain, namun menguntungkan semua pihak adalah keniscayaan dalam bingkai kehidupan bangsa yang saat ini sedang dirundung musibah nasional Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun