Mohon tunggu...
Zahid Paningrome
Zahid Paningrome Mohon Tunggu... -

Creative Writer zahidpaningrome.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dilarang Kencing di Tembok

25 Juli 2017   18:36 Diperbarui: 26 Juli 2017   15:20 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sekian lama menunggu, Lori dan kucing lainnya mendengar kabar bahwa permintaannya untuk menghukum Kucing Bu Sumi ditolak. Kabar ini membuat perkumpulan kucing RT 2 marah besar, alasan ditolaknya permintaan adalah untuk menjaga perdamaian di antara kucing-kucing. Karena perbuatan Kucing Bu Sumi dinilai masih dalam tahap normal sebagai naluri seekor hewan. Wati yang mencintai Selo lebih dari apapun, mendesak perkumpulan itu untuk melakukan demo besar-besaran di depan Kantor Dewan Kucing.

Mereka merasa keadilan tidak ditegakkan secara nyata dan transparan. Mereka meyakini ditolaknya permintaan mereka karena Kucing Bu Sumi adalah anak dari mantan kucing penting yang dihormati. Kucing yang membuat kucing-kucing di kantor dewan bisa duduk nyaman dan sejahtera. Lori setuju atas permintaan Wati. Mereka akan melawan ketidak-adilan, mengumpulkan masa dan segera melakukan aksi seminggu setelah kabar itu mereka terima.

Kucing Bu Sumi mendengar kabar akan digelarnya aksi dari salah satu anak buahnya. Bu Sumi telah melepaskan kucingnya, dan sedikit memarahi, mengancam akan mengurangi jatah makan jika perbuatan memalukan itu diulangi lagi. Kucing Bu Sumi tak kaget mendengar kabar dari anak buahnya, memang sejak dulu sudah banyak yang tidak menyukainya. Anak buahnya sangat loyal, karena sama-sama berbulu hitam, kesamaan itu membuat mereka satu suara untuk menguasai kampung.

Salah satu anak buahnya adalah anggota Dewan Kucing, kabar itu lalu diteruskan hingga sampai ke meja dewan. Malamnya, rapat terbatas diselenggarakan, hanya ada anggota dewan inti saja. Aksi itu adalah serangan balik dari ditolaknya angket rakyat kucing. Kebanyakan dari mereka mengkhawatirkan pergerakan massa yang bisa mengubah situasi politik, kenyamanan dan keamanan kampung. Karena biasanya aksi diselenggarakan pada dini hari, teriakan dari para kucing bisa mengganggu manusia, imbasnya mereka bisa disiram air atau bahkan kena tendang.

Rapat itu memutuskan satu hal, dewan akan bekerja sama dengan Kucing Bu Sumi untuk mengatasi aksi tersebut. Kucing Bu Sumi bersedia mengambil tawaran tersebut dengan syarat; menyediakan makanan setiap hari di luar jam makan dari majikan, dan jika berhasil, Kucing Bu Sumi meminta untuk diangkat sebagai ketua dewan yang baru.

Kucing Bu Sumi mengumpulkan massa lebih banyak dari yang bisa dikumpulkan Lori dan Wati. Suntikan dana dari dewan membuatnya mudah membayar kucing-kucing liar yang tak punya majikan dan hidup di got-got dan tempat sampah. Lori dan Wati mendengar bahwa akan ada aksi perlawanan yang dikomandoi Kucing Bu Sumi. Massa yang mereka bawa masih terbilang kurang untuk melawan Kucing Bu Sumi. Hari semakin dekat, Lori dan Wati tetap menggelar aksi dengan membawa sukarelawan tambahan dari kampung sebelah.

Pukul dua dini hari, saat purnama tampak sedap dipandang---menguning terang. Balai RW tempat Kantor Dewan Kucing telah dijaga oleh pasukan Kucing Bu Sumi. Lori dan Wati memimpin pasukannya di depan, aksi berjalan damai dengan penyampaian tiga tuntutan rakyat, salah satunya untuk menghukum mati Kucing Bu Sumi.

Tak ada satu pun anggota dewan yang meladeni mereka. Anggota dewan telah menyerahkan semuanya kepada Kucing Bu Sumi. Aksi yang awalnya terkendali berubah memanas saat Kucing Bu Sumi keluar dari dalam kantor dewan dengan muka sombong, mendekat dan berdiri di depan Lori dan Wati. Mereka saling tatap, keheningan sempat hadir beberapa detik, suara angin terdengar lirih, sampai Kucing Bu Sumi menggoda Wati dan meludahi Lori, baku hantam antar dua pasukan tak terhindarkan. Suara-suara teriakan menggelegar hingga ujung kampung. Salah seorang warga yang mendengar lalu menyiramkan satu ember air. Namun perkelahian di antara dua pasukan masih terjadi dan terus melebar, membangunkan banyak warga.

Hingga subuh ketegangan masih terjadi, para majikan membawa kucing-kucing mereka masuk dan mengurungnya. Termasuk Kucing Bu Sumi, Wati, dan Lori. Kucing-kucing liar kembali ke sarangnya. Setelahnya kampung menjadi sunyi, warga kembali tidur, ada yang menuju ke masjid, dan ada yang bersiap untuk berangkat kerja. Bu Sumi marah besar, di kandang yang sama, ia menyiramkan air untuk memberi hukuman pada kucingnya yang kelewat nakal dan tak punya aturan. Ayah Kucing Bu Sumi tak peduli, ia hanya melihat anaknya yang kedinginan dari atas sebuah kursi kayu.

Setelah kegagalannya, Lori dan Wati pasrah, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Tak lama setelah aksi itu, Kucing Bu Sumi diangkat menjadi Ketua Dewan Kucing atas jasanya memberi kedamaian di kampung. Jelas, banyak yang tak terima. Dari kucing veteran hingga kucing-kucing kecil yang masih disusui ibunya. Banyak yang tak suka sepak terjang Kucing Bu Sumi yang licik dan tak punya sopan-santun.

Kepemimpinan Kucing Bu Sumi hampir sama dengan ayahnya, diktator baru---sebutan untuk Kucing Bu Sumi dari Lori dan Wati. Peserta aksi dari pihak Kucing Bu Sumi, mulai mendapatkan jabatan sebagai upah membantu mendamaikan kampung. Ada yang menjadi anggota dewan, ketua cabang, pemimpin pasukan penjaga, dan asisten pribadi Kucing Bu Sumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun