Mohon tunggu...
Zahid Paningrome
Zahid Paningrome Mohon Tunggu... -

Creative Writer zahidpaningrome.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The President

29 Agustus 2016   10:48 Diperbarui: 29 Agustus 2016   11:09 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Elina!! Baru kali ini kamu membelot,” Suara Pak Presiden meninggi.

“Saya jelas tidak sudi menjual negara ini, hanya karena ketakutan Pak Presiden yang tidak terbukti dan tidak jelas,” Tegas Elina.

“Keluar, Elina!! Keluar!!” Bentak Pak Presiden, Muntab.

“Baik, pak. Terimakasih. Saya permisi,” Elina pergi, berlalu meninggalkan Pak Presiden. Presiden Irak tersenyum menatap Elina. Elina mengangguk.

Elina keluar dengan perasaan jengkel, muntab. Wakil Presiden yang tidak dianggap. Sakit hati yang memuncak, Elina pergi meninggalkan Istana. Pulang ke rumahnya yang berjarak dua kilometer dari istana. Elina berkendara sendiri, menolak sopir yang menanyakan ingin pergi kemana. Elina memacu kendaraanya dengan kecepatan yang tidak biasa, jalanan lumayan sepi. Hanya butuh sepuluh menit untuk Elina sampai dirumahnya. Elina tertahan di dalam mobil, ditempelkannya kening pada stir mobil. Elina merasa keputusan Presiden adalah keputusan yang salah, sangat salah. Elina befikir apa yang harus dia lakukan.

Bunyi dering pesan masuk di handphone Elina membuatnya tersentak. Belum membuka pesan, Elina menyadari bahwa rekaman pembicaraan di handphonenya masih berjalan. Hampir tigapuluh menit, Elina menyimpan hasil rekaman itu, lalu memutarnya kembali. Dipercepat—diperlambat , mendengarkan lagi percakapan yang baru saja terjadi di Istana. Elina turun dari mobil masuk rumahnya dengan tergesa-gesa, menuju meja kerjanya, menyalakan laptop lalu mencari daftar Email media massa. Koran, majalah, media online, radio, televisi. Elina membuka akun Emailnya, berniat untuk mengirim rekaman itu melalui email. Elina menuliskan alamat email itu satu persatu, memindahkan rekaman dari handphone ke laptopnya. Dengan subjek “Percakapan Pak Presiden dan Presiden Irak”.

Belum ada setengah jam, seluruh stasiun TV sudah memberitakan soal rekaman yang dikirimkan Elina, banyak wartawan yang mendatangi Istana untuk mengetahui kepastian berita itu. Pertemuan Pak Presiden dan Presiden Irak masih berlangsung, kegaduhan di luar Istana menghentikan pembiacaraan diantara mereka. Presiden menanyakan kegaduhan yang ada di luar kepada salah satu staff kepresidenan, “Maaf pak, sepertinya pak presiden harus menonton siaran televisi,” jawab salah seorang staff presiden. “Ada apa?” Pak Presiden pamit meninggalkan Presiden Irak untuk melihat siaran televisi.

“Breaking News, sekarang saya sudah berada tepat di depan Istana Presiden untuk mencari kepastian atas berita rekaman pembicaraan antara Presiden dengan Presiden Irak, yang dikirimkan oleh Wakil Presiden. Bisa kita lihat kegaduhan yang ada di depan Istana, sampai berita ini disiarkan belum ada perwakilan dari istana yang menemui para wartawan dan memberi penjelasan” Ucap salah satu wartawan dari TV sembilan. Presiden mendegarkan rekaman yang diputar TV sembilan dengan seksama. Rekaman belum rampung Pak Presiden langsung menelpon Elina dengan perasaan yang kalang-kabut.

Lima panggilan tak terjawab, Elina tertidur di meja kerjanya, handphonenya masih terus berdering. Elina mulai terbangun setelah dering panggilan ke tujuh menyentaknya. Telepon dari Pak Presiden. Elina mendiamkan hingga sepuluh kali panggilan tak terjawab. Elina menyalakan televisi, tersenyum, entah tersenyum puas atau apa. Setelah ini Elina akan dianggap pejabat pro rakyat karena menolak proyek senjata pembunuh massal itu. Agaknya Elina menganggapnya seperti itu. Sekali lagi terdengar panggilan masuk dari pak presiden. Elina menjawab panggilan itu setelah dering ketiga.

“Bagaimana Pak Presiden? Sudah melihat kegaduhan yang terjadi? Semua televisi menyiarkan berita yang sama, prestasi bukan?” Elina terkekeh.

“Elina!! Kamu bukan Wakil Presidenku lagi!! Jengkel Pak Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun